HALUANNEWS, PADANG – Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumatra Barat (Disnakkeswan Sumbar) mencatat sebanyak 237 kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) di Sumbar.
Data tersebut sudah termasuk kasus yang positif, proses pengujian sampel dan dalam tahap pengambilan sampel, Rabu (18/5/2022). Dari 237 data tersebut, teridentifikasi sebanyak 17 kasus positif hewan ternak berupa kerbau.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Sumbar, M Kamil mengatakan, hingga saat ini belum ditemukan kasus yang sembuh dari PMK ataupun yang kasus mati akibat PMK. Hal ini disebabkan, karena semua kasus sedang dalam masa pengobatan dan penyembuhan.
“Semua suspect baik yang positif maupun dalam uji labor sedang dalam masa pengobatan. Penyembuhan hewan yang terdampak PMK butuh waktu yang cukup lama. Paling cepat membutuhkan waktu selama 14 hari inkubasi wabah,” katanya saat ditemui Harianhaluan.id, Rabu (18/5/2022).
Kasus positif di Sijunjung, hingga sekarang masih belum sembuh total, ditambah bagian kakinya, meskipun untuk makannya perlahan sudah mulai bisa. Tahap pengobatannya sendiri dimulai dari screening pemberian antibiotik, pemberian vitamin, pemberian obat oles pada bagian kulit yang terluka. Kemudian juga dibantu dengan pemberian infus oleh tim lapangan.
“Langkah pertama yang bisa kita coba lakukan untuk memanimalisir penularan PMK adalah dengan penutupan pasar ternak selama 14 hari dan melakukan pengawasan dan pengendalian batas lintas provinsi,” tuturnya.
Terkait ketersediaan obat untuk pasien kasus PMK, M Kamil mengatakan, melonjaknya pertambahan kasus setiap hari membuat persediaan stok obat semakin habis dan berkurang.
“Inilah yang mejadi keluhan dari teman-teman kabupaten/kota tadi saat kita melakukan rapat, apalagi wabah PMK marak terjadinya sejak sebulan terakhir, sementara anggaran kita sudah ditetapkan, sebagian juga sudah ada yang cair,” ucapnya.
Kemudian ia juga menuturkan kondisi anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) di setiap kabupaten/kota yang terbatas dan sudah ditetapkan. Hal ini harus dilakukan refocuusing anggaran, agar pengendalian PMK lebih optimal.
“Kita berusaha untuk mengoptimalkan sebisa mungkin, kebetulan di beberapa kabupaten/kota menerima dana lokasi khusus (DAK) non fisik untuk puskesmas hewan dari Kementerian Pertanian,” ujarnya.
Dana tersebut digunakan untuk pengadaan obat-obatan dalam rangka pengendalian wabah PMK. Kamil menambahkan, pihaknya segera mengomunikasikan dengan pihak Direktorat Jenderal Peternakan Hewan Kementerian Pertanian, serta pihak kabupaten/kota mengarahkan agar segera mengalihkan aspek anggaran, karena kasus ini merupakan kasus yang sangat genting dan harus secepatnya dikendalikan dan diatasi. (*)