PADANG, HARIANHALUAN.ID —Pemerintah pusat dan daerah membutuhkan strategi baru dalam penanganan stunting dan mengejar target
prevalensi 14 persen pada 2024.
Berdasarkan survei SSGI tahun 2021, prevalensi stunting di Sumbar berada pada angka 23,3 persen, kemudian pada tahun
2022 tercatat 25,2 persen atau meningkat 1,9 persen dari tahun sebelumnya. Lalu, pada tahun 2023 terjadi penurunan sebesar
1,6 persen menjadi 23,6 persen.
Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah mengatakan, program percepatan penurunan stunting
merupakan salah satu program prioritas, sehingga memerlukan pembaharuan strategi yang lebih tepat sasaran.
“Oleh sebab itu, perlu kita dorong dilahirkannya suatu program kegiatan yang strategis serta sinkron antar-OPD dan sektor
terkait lain. Termasuk antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, sampai ke tingkat nagari. Dengan harapan, penanganan stunting dapat dikerjakan secara lebih spesifik, by name by address, by case by intervention,” kata Mahyeldi saat Rapat Evaluasi Tim Pelaksanaan Program Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Sumbar di Rocky Plaza Hotel, Kamis (20/6) lalu.
Kendati begitu, ia tetap menyampaikan apresiasi atas kontribusi yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan, terutama kepada tenaga kesehatan yang bertugas di puskesmas.
Termasuk seluruh tenaga pendamping yang telah menjadi garda terdepan dalam menurunkan prevalensi stunting di Sumbar.
“Ke depan, saya berharap melalui pertemuan ini, kita akan mendapatkan panduan dalam memperbaiki program-program yang ada dan menciptakan strategi-strategi baru agar lebih tepat sasaran dalam menurunkan angka stunting,” ujar Mahyeldi.
Ia yakin, dengan kerja keras, kerja sama, dan komitmen semua pihak, target penurunan prevalensi stunting sebesar 14 persen pada 2024 akan dapat tercapai.
“Masalah stunting adalah masalah keluarga. Kita harus menghadirkan keluarga yang sejahtera. Masa depan anak-anak bergantung pada upaya kita. Barangkali, inilah yang menjadi tugas kita bersama dalam melakukan percepatan penurunan angka stunting di Sumbar,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumbar, dr. Lila Yanwar melaporkan, rapat kali ini dilakukan untuk melihat perkembangan intervensi yang telah dilaksanakan di Sumbar berdasarkan arahan dari Presiden Jokowi.
Pada Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Komitmen Kepala Daerah pada Lima Pilar, dan juga tindakan aksi dari satgas stunting yang diwujudkan dalam 8 Rencana Aksi Penanganan Stunting, di antaranya adalah terlaksananya rembuk stunting termasuk kontribusi dana nagari/desa.
Ia berharap rapat evaluasi yang dilaksanakan kali ini akan bermuara pada output penurunan angka stunting di Sumbar. “Kami tidak hanya fokus pada kasus stunting, tetapi juga pada pencegahan stunting,” ujarnya.
Tak Hanya Soal Makanan Tambahan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maria
Endang Sumiwi menyebutkan, penanganan stunting tidak hanya cukup dengan pemberian makanan tambahan, tetapi perlu melihat faktor lain yang menyebabkan bayi di bawah lima tahun (balita) sulit berkembang.
“Hal yang menyebabkan stunting tidak hanya makanan. Ada yang balita sakit, jadi sakitnya ini yang harus ditangani terlebih dahulu, atau misal kondisi rumahnya harus diperbaiki. Maka, stunting ini ada banyak pemangku kepentingan yang terlibat. Kuncinya tidak melulu hanya intervensi gizi, perlu ditambah intervensi lainnya,” kata Maria di Kantor Kementerian Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta, Jumat (21/6).
Ia menjelaskan, Kemenkes selama ini memang fokus pada penanganan spesifik atau langsung kepada sasaran (ibu hamil dan balita)
untuk penanganan stunting, yang berupa peningkatan gizi lewat pemberian makanan tambahan.
“Kalau menemukan masalah gizi pada balita, mulai dari berat badan tidak naik, itu sudah diberikan makanan tambahan lokal selama dua minggu. Kalau berbeda lagi masalah gizinya, diberikan makanan selama empat minggu, ada yang sampai delapan minggu, dan kalau ibu hamil bermasalah gizi, diberikan makanan
selama 120 hari,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr Hasto Wardoyo mengatakan bahwa masyarakat perlu lebih kreatif dalam mengolah pangan lokal untuk menangani stunting. “Jika dilihat dari sisi anggaran dan sumber daya pangan lokal yang melimpah, seperti ikan sungai yang kaya akan omega tiga dan protein, tentunya tidak sulit untuk mencari sumber pangan yang penting untuk penanganan stunting.
Tetapi sumber daya manusia juga harus dilatih bagaimana mengolah ikan dan pemberian makanan tambahan yang sehat dan menarik,” ujar Hasto.
Ia juga menyampaikan pentingnya intervensi 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang menjadi kunci untuk menyiapkan generasi berkualitas, juga pemberian ASI eksklusif yang sangat penting untuk kunci sukses penurunan stunting.
“ASI mengandung oksitosin dan prolaktin yang penting untuk pertumbuhan bayi dan perkembangan otak. Sehingga seorang ibu harus mampu menyusui minimal dua tahun sesering mungkin,” kata Hasto. (*)