PADANG, HARIANHALUAN.ID– Polda Sumbar didesak untuk transparansi dan profesional dalam mengungkap kasus kematian Afif Maulana (13) yang ditemukan mengambang dengan tubuh penuh luka lebam di bawah jembatan Sungai Kuranji tanggal 9 Juni lalu.
Sebelum meregang nyawa, Afif Maulana diduga sempat disiksa oknum Polisi. Siksaan itu membuat 9 tulang rusuk Afif patah serta paru-paru bocah malang itu robek .
Kapolda Sumbar,Irjen Pol Suharyono menyatakan akan bertanggung jawab penuh terhadap proses pengusutan penyebab tewasnya Afif Maulana, seorang remaja berusia 13 tahun yang ditemukan tewas mengambang di bawah jembatan Kuranji pada tanggal 9 Juni lalu lalu.
Korban diduga tewas akibat dikejar oleh personel Sabhara Polda Sumbar yang sedang mengejar para pelaku tawuran. Kapolda Sumbar Irjen Suharyono mengatakan, pihaknya masih menyelidiki kasus tersebut. Menurut Kapolda, sudah ada 40 orang saksi yang diperiksa.
“Dalam 40 saksi yang diminta keterangan itu, ada 30 orang personel Sabhara Polda Sumbar, yang mana pas kejadian itu sedang mengamankan sebanyak 18 orang pelajar yang tawuran di Kuranji tersebut,” ujar Kapolda dalam keterangan pers di Polresta Padang, Minggu (23/6) kemarin.
Menurut Kapolda, sampai saat ini pihaknya melalui Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam), telah memintai keterangan dari 30 personel Sabhara Polda Sumbar yang bertugas pada malam itu
“Seandainya ada yang terbukti melakukan perbuatan tersebut akan kita tindak tegas. Untuk sementara belum ada yang kita amankan dalam kasus ini, karena hasil autopsi masih belum keluar. Kita masih menunggu,” ungkapnya
Kapolda menyatakan, dirinya selaku pucuk pimpinan Polri di Sumbar akan bertanggung jawab penuh dan akan terus melakukan pemantauan kelanjutan kasus ini.
“Kita akan kawal penuh kasus ini. Saya bertanggung jawab penuh akan kasus penemuan jasad Afif Maulana, dimana sampai saat sekarang kita masih mendalami,” tambah dia.
Kapolda menjelaskan, pada hari yang sama dengan penemuan jasad Afif, tim Sabhara Polda Sumbar memang mengamankan 18 remaja yang terlibat tawuran.
“Pas di hari yang sama itu kita mengamankan 18 orang remaja tawuran. Tidak ada yang namanya Afif Maulana. Nah, ketika 18 orang yang kita amankan tersebut, memang ada diamankan satu motor (milik Afif Maulana) tapi yang memakai temannya. Pas kejadian, teman Afif tersebut, ada salah satu personel mendengar bahwa ia diajak Afif untuk terjun ke jembatan tersebut,” jelas Kapolda.
Ia merinci, selain mengamankan para remaja yang tawuran, petugas juga mengamankan puluhan senjata tajam yang digunakan para pelaku.
“Semuanya kita bawa. Dari 18 orang remaja yang kita amankan, 17 sudah diserahkan ke pihak orang tua, satu masih dilakukan penyelidikan,” ujarnya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang telah ditunjuk secara resmi oleh keluarga Afif Maulana sebagai kuasa hukum, mempertanyakan integritas penegakan hukum yang akan dilakukan Polisi dalam kasus penyiksaan anak dibawah umur ini.
“Berdasarkan hasil investigasi kami, anak-anak dituduh akan melakukan tawuran. Kemudian mereka mendapatkan banyak tindakan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar yang melakukan patroli malam itu, pada tanggal 9 Juni 2024 pukul 03.30 WIB pagi dini hari,” kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani.
Indira menjelaskan, pada malam naas itu, sekitar pukul 04.00 WIB pada hari Minggu itu, korban Afif Maulana sedang berboncengan dengan temannya berinisial A. Keduanya mengendarai sepeda motor menuju utara Kota Padang.
“Korban dihampiri diduga oleh anggota Sabhara Kepolisian Daerah Sumatera Barat yang sedang melakukan patroli menggunakan motor dinas berjenis KLX. Secara langsung oknum anggota Kepolisian Daerah Sumatera Barat tersebut menendang kendaraan yang ditunggangi oleh korban hingga jatuh terpelanting ke bagian kiri jalan,” katanya.
Sejak saat itu, Afif tidak lagi diketahui kondisinya. Sementara rekannya, A, ditangkap dan diamankan oleh Anggota Kepolisian Daerah Sumatera Barat dan dibawa ke Polsek Kuranji. Ada belasan remaja lain yang ikut diamankan saat itu.
“Pasca kejadian, LBH Padang telah melakukan investigasi dan kami mendapatkan fakta bahwa anak-anak ini dituduh akan melakukan tawuran. Mestinya polisi menerapkan asas praduga tidak bersalah dalam hal ini bukan melakukan penyiksaan,” kata dia.
Selain mengecam segala bentuk tindakan penegakan hukum yang dilakukan dengan cara melanggar hukum dan HAM, LBH mendesak Kapolda Sumbar memproses hukum semua anggotanya yang melakukan penyiksaan terhadap anak dan dewasa dalam tragedi tersebut, dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang menimpa orang dewasa.
“Kami juga mendesak Kapolda untuk melakukan evaluasi metode dan pendekatan untuk tindakan preventif terjadinya tawuran di Kota Padang. Penggunaan kekerasan dan penyiksaan adalah kesalahan fatal dalam mengatasi tawuran,” katanya lagi. (*)