“Lobang-lobang peluru atau ledakan dari RS ini telah mengumpulkan selasar yang masih bagus dijadikan satu sekitar 20 persen dari kapasitas. Tapi kita masih punya bahan bakar dan itu dikombinasikan generator kalau siang pakai panel jadi generator ya di kurangi. Menurut kami prioritas sangat vital rumah sakit ini tetap berfungsi walaupun lampu mati kami datang operasi berjalan dengan disenterin lampu HP,” kata dia.
Di sisi lain, jelas Dany, imbas listrik kerap hidup mati itu membuat peralatan medis berpotensi cepat rusak. Listrik jadi kebutuhan yang penting untuk situasi ini.
“Ini karena daya listriknya naik turun itu akan cepat rusak sehingga ini termasuk salah satuprioritas. Yang kedua alat-alat penunjang seperti CT Scan yang penting, CT Scan dan laboratorium, kemudian UPS itu rusak,” tuturnya.
Jadi sebagian besarnya masih bisa diselamatkan tapi ada beberapa yang seperti alat pemeriksaan tidak berfungsi dan itu harus sebaiknya segera diperbaiki lagi. Ke
Kemudian screening untuk bank darah,untuk pemeriksaan hepatitis A dan hepatitis B misalnya untuk bank darah tidak ada. Lalu, aat-alat seperti USG dan sebagainya sebelumnya ada banyak harusnya memang satu rumah sakit punya banyak, di ICU ada di ruang operasi ada, di poliklinik ada.
“Di RS ini cuma ada satu yg berfungsi USG itu. Kemudian alat-alat medis, bahan-bahan habis pakai juga sudah habis, seperti implan-implan untuk ortopedi, implan untuk tulang belakang. Di seluruh Gaza itu mungkin cuma sisa untuk satu-dua pasien lagi, setelah itu yang gak ada lagi,” kata Dany.
Dany juga menyinggung soal hak dari petugas RSI. Dia menyebut 80 persen pegawai belum dibayarkan gajinya. Jadi kebanyakan dari mereka itu voulenteer. Dan hal ini dinilai dapat menimbulkan masalah ke depannya.