PADANG, HARIANHALUAN.ID — Psikolog Alfi Rahmadini menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual yang pernah terjadi sebelumnya dapat terulang di masa yang akan datang dan dilakukan oleh pelaku yang sama. Di sisi lain, korban kekerasan seksual juga berpotensi menjadi pelaku di masa depan.
Hal ini disampaikan Alfi sehubungan kasus pelecehan seksual yang terjadi di dua pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Agam, baru-baru ini. “Untuk pelaku, dia bisa melakukan lagi dengan pasangannya, atau mencari ‘korban’ baru. Sedangkan untuk korban, ada dua kemungkinan. Bisa jadi orientasi seksualnya tetap hetero tapi ada trauma atas efek psikologis yang terjadi. Tapi bisa juga orientasinya berubah dan melakukan hal tersebut kembali. Intinya, hal ini bisa mengakibatkan munculnya hal lain yang juga serius ke depanya,” kata alumni Unand dan UGM itu saat dihubungi Haluan, Senin (12/8).
Di lain pihak, ia juga menjelaskan bahwa ada beberapa hal menyebabkan banyak korban tidak berani speak up (tidak mau bersuara) terkait kasus yang menimpanya. Pertama, korban bingung dengan apa yang terjadi. Bingung bagaimana menyampaikan dan menggambarkan apa yang terjadi.
Kedua, adanya rasa takut. Takut jika malah ia yang disalahkan, takut jika orang lain mengetahui dan merusak nama baik, takut diasingkan, atau takut jika dirinya yang harus bertanggung jawab. Ketiga, muncul rasa malu dan tidak percaya diri. Keempat, tidak ingin menerima (denial) bahwa itu adalah ranah pelecehan, seperti mengatakan bahwa itu bukan masalah.
Psikolog asal Batusangkar ini menambahkan, peran orang tua sangat penting dalam membentengi anak dari tindak pelecehan seksual.
“Orang tua dan anak adalah hubungan timbal balik yang sebaiknya dipenuhi dengan cerita dan rasa percaya. Orang tua sedari kecil mengajak anak menceritakan pengalaman di sekolah, apa yang dirasakan seperti sedih, takut, atau perasaan lain yang dialami hari ini, dan memberikan dukungan kepada anak untuk menghadapi perasaan tersebut,” tuturnya.