PADANG, HARIANHALUAN.ID – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, menyiapkan program-program penguatan mitigasi bencana gempa Tsunami di tujuh Kabupaten/Kota yang bersisian langsung dengan lautan Samudera Hindia.
Langkah itu dilakukan seiring dengan terpetakannya ancaman potensi bencana Tsunami berkekuatan 8,9 Skala Richter (SR) imbas aktivitas Seismik Megathrust Mentawai.
Juru Bicara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat, Ilham Wahab menyebut, sampai detik ini pihaknya bersama Stake Holder terkait terus mendorong program-program peningkatan kesiapsiagaan dan kewaspadaan bencana bagi masyarakat.
“Kita sudah lakukan beberapa hal untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat. Di Kota Padang sudah ada dua Kelurahan Tangguh Bencana yang telah ditetapkan WHO sebagai Tsunami Ready Community. Begitupun di Kabupaten Mentawai, Padang Pariaman dan daerah rawan lainnya,” ujarnya kepada Haluan Senin (12/8).
Menurut Ilham Wahab, pada tahun 2023 dan tahun 2024 ini, Sumbar juga melancarkan program Desa Tangguh Bencana (Destana). Program ini dibiayai lewat dana Iklim bantuan Bank Dunia (IMF) yang disalurkan lewat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Sejauh ini, program itu masih terus berjalan di enam desa di Kabupaten Pesisir Selatan serta enam desa lainnya di wilayah Kabupaten Padang Pariaman.
“Tahun ini Sumbar juga menjadi tuan rumah hari kesiapsiagaan nasional yang berpusat di Kota Padang. Pada acara itu, kita lakukan simulasi evakuasi mandiri serta sosialisasi yang menyasar, berbagai lapisan masyarakat termasuk pelajar,” tambah dia.
Sementara langkah antisipasi ancaman Megathrust Mentawai secara spesifik, sejauh ini Sumbar telah memasang puluhan unit alat deteksi dini atau Early Warning System (EWS) Tsunami. Kondisi alat itu, diperiksa secara rutin pada tanggal 26 setiap bulannya.
Namun diakui Ilham Wahab, hanya sebagian besar dari alat deteksi dini itu yang masih berada dalam kondisi prima. Selebihnya, ada yang mengalami kerusakan dengan berbagai faktor penyebab.
“Dari 47 EWS yang ada, yang berfungsi hanya sekitar 30 an. EWS ini dipasang di tempat Outdoor, berhujan berpanas, sehingga memang membutuhkan Maintenance,” jelasnya.
Pada tahun ini, jumlah EWS Tsunami yang dipasang di pesisir pantai Sumbar bertambah sebanyak 8 unit. EWS itu, dipasang oleh BPBD Sumbar di sejumlah wilayah rawan yang tersebar dari Kabupaten Pesisir Selatan hingga Pasaman.
“Jadi memang baru pada tahun ini kita bisa merealisasikan penambahan 8 unit EWS baru,” ungkap Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Sumbar ini.
Terkait dengan ketersediaan Shelter atau bangunan perlindungan Tsunami, lanjut Ilham Wahab, saat ini kondisinya memang tidak lah banyak. Namun begitu, sejumlah shelter telah tersedia di beberapa titik di Kota Padang, Padang Pariaman dan Pesisir Selatan.
Hal itu, sejalan dengan adanya kebijakan pemerintah daerah yang menyarankan bangunan pemerintahan, serta bangunan hotel di Sumbar, dapat difungsikan sewaktu-waktu sebagai bangunan shelter evakuasi darurat Tsunami.
“Seperti di Polda Sumbar, Escape Building sebelah kantor Gubernur, masjid Raya, kampus UNP, UBH, DPRD Sumbar dan beberapa hotel yang bisa dijadikan shelter darurat lainnya,” jelasnya.
Sementara untuk pemasangan rambu-rambu penanda jalur evakuasi gempa Tsunami, sambung Ilham Wahab, pada tahun ini BPBD Sumbar memang tidak melakukan pengadaan khusus.
Namun begitu, lewat program iklim bantuan dari IMF, enam desa di Kabupaten Pesisir Selatan serta enam desa di Padang Pariaman telah dilengkapi dengan rambu penanda arah evakuasi Tsunami.
“Khusus di Kota Padang, kita juga sudah melakukan pemasangan batas landaan atau Tsunami Blue Safe Zone. Itu kita lakukan pada saat hari kesiapsiagaan Nasional tahun lalu. Pada forum itu, pemasangan Tsunami Blue Safe Zone yang kita lakukan menjadi contih bagi seluruh daerah di Tanah Air,” pungkasnya. (*)