PADANG, HARIANHALUAN.ID — Ancaman Mentawai Megathrust, yang pelepasannya hanya tinggal menunggu waktu, hingga kini masih terus membayangi Sumatera Barat (Sumbar). Pemerintah dan masyarakat tetap harus selalu meningkatkan kewaspadaan, sembari terus meningkatkan program-program mitigasi bencana gempa dan tsunami.
Pakar Gempa, Prof. Badrul Mustafa Kemal menjelaskan, Sesar Mentawai adalah sesar sejajar dengan Sesar Semangko di darat, yang posisinya mulai dari kompleks Krakatau di Selat Sunda, kemudian menyisiri sisi timur Pulau Enggano-Pagai Selatan-Pagai Utara Sipora-Siberut-Nias sampai ke Simeulue. Sebagian sesar ini berbentuk strike-slip dan sebagian yang lain berbentuk backthrust.
Ia menyebut, energi besar Sesar Mentawai masih tersimpan. Ini yang harus terus diwaspadai dengan terus melakukan mitigasi dan bersiap menghadapi kemungkinan terulangnya gempa sangat dahsyat pada tahun 1797 di segmen Siberut.
Masyarakat, ucapnya, tetap harus mewasterjadi di sekitar Pulau Siberut, terutama dari pantai barat Kepulauan Mentawai sampai batas lempeng Indo-Australia dan Eurasia, atau kira-kira 150 km dari bibir pantai Siberut ke arah laut lepas (Samudera Hindia).
“Kalau soal kerawanan, tentu saja Sumbar masih rawan terhadap gempa, baik yang bersumber di laut (subduksi yang menghasilkan megathrust) maupun di darat dari aktivitas Sesar Semangko,” tuturnya.
Kedua sumber ini sama bahayanya. Namun, sesar darat frekuensinya lebih tinggi dan lebih sering terjadi. Walaupun kekuatan gempa tertinggi dari Sesar Semangko paling tinggi 7,4 magnitudo, tapi karena kedalaman pusat gempanya sangat dangkal dan dekat ke pemukiman, maka risikonya menjadi besar.
Sedangkan gempa di Sesar Mentawai, terutama di Mentawai sendiri, risikonya besar juga untuk di daratan Sumatera, meskipun sumbernya agak jauh. Sebab, di megathrust kekuatan gempa maksimal bisa mencapai 8,7 magnitudo atau bahkan lebih.
Dari gempa-gempa yang terjadi sekitar 20 tahun di segmen ini, baru keluar sepertiga dari energi yang seharusnya keluar. “Artinya, ada dua per tiga lagi energi yang belum keluar dari segmen ini. Mudah-mudahan energi yang dua per tiga yang tersimpan ini tidak keluar sekaligus,” ucapnya.
Badrul menekankan, masyarakat tidak usah takut menghadapi potensi gempa. Namun yang diperlukan adalah waspada. “Bukan takut. Untuk membangun kewaspadaan, maka kita harus terus siaga menghadapinya dengan terus melakukan mitigasi fisik atau struktur maupun nonfisik,” ujarnya.
Mitigasi fisik adalah dengan memastikan bangunan tempat tinggal dan tempat kerja/usaha sesuai standar bangunan aman atau ramah gempa. Untuk hal ini, harus berkonsultasi dengan ahlinya.
Hal senada juga disampaikan Pakar Geoteknik Unand, Prof. Abdul Hakam. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada. “Sikap kita menghadapi Megathrust Mentawai adalah mempersiapkan segala sesuatunya agar tidak terjadi korban atau paling tidak jumlahnya harus sangat sedikit. Tingkatkan kesiapsiagaan terhadap bahaya gempa,” katanya.
Gempa di Zona Mentawai ini hampir sama dengan gempa-gempa sebelumnya di zona/ daerah yang sama. Ini merupakan peringatan bahwa di zona tersebut masih tersimpan energi potensi gempa. (*)