PADANG, HARIANHALUAN.ID – Kaba “Limau Kacang” agaknya memiliki keterakitan dengan sejarah tambang batu bara Ombilin Sawahlunto. Cerita itu dimainkan oleh Sanggar Seni Bakuriang Jaya melalui pertunjukan seni Randai tradisional di Gedung Manti Menuik, Ladang Tari Nan Jombang, Padang, beberapa waktu lalu.
Kaba “Limau Kacang” menceritakan tentang seorang anak laki-laki bernama Bujang Izal. Ia bekerja sebagai pedagang limau kacang. Hari demi hari Bujang Izul sibuk menjajalkan dagangan limau kacangnya.
Menariknya, limau kacang yang didagangkannya dijual di dalam kereta api. Di Koto Singkarak memiliki stasiun kecil tempat singgahnya kereta api pengangkut batu bara dari Sawahlunto. Dulu sekitar tahun 1891 hingga 1900-an, kereta api begitu aktif mengangkut batu bara ke Teluk Bayur, Padang. Dalam pengangkutan batu bara, satu gerbong juga menyediakan pengangkutan penumpang.
Bujang Izal memanfaatkan itu dengan berjualan di kereta untuk mendagangkan limau kacangnya di dalam kereta api. Dari stasiun kecil tempatnya menunggu bersama penumpang lain, Bujang Izal setia menunggu kereta api datang dari Padang Panjang maupun Sawahlunto untuk mengadukan nasibnya dengan dagangan limau kacang tersebut.
Dalam pengantar cerita, perjalanan Bujang Izal menjual limau kacang diantarkan sejak awal melalui pertunjukan Randai “Limau Kacang”. Keseharian Bujang Izal berjualan limau kacang yang konon dulunya terbilang banyak di Singkarak, diantarkan melalui dendang ke dendang lain pada pertunjukan Randai dari Sanggar Seni Bakuriang Jaya.
Kaba yang mengaitkan tentang kereta api, batu bara, dan Stasiun Singkarak ini terlihat memiliki hubungan dengan perjalanan tambang batu bara Ombilin Sawahlunto. Tambang batu bara itu telah menjadi sebuah warisan budaya dunia dengan sebutan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) oleh UNESCO pada bulan Juli 2019 lalu.