PADANG, HARIANHALUAN.ID Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB menggelar apel kesiapsiagaan dan latihan simulasi menghadapi potensi megathrust di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Simulasi diawali dengan sirine di Dusun Mapadegat, Desa Tuapejat, Pulau Sipora pertanda gempabumi berkekuatan magnitudo 8,9 selama 30 detik. Titik kedalaman berpusat di bawah laut dengan kedalaman 17 km, di 1.78 Lintang Selatan dan 98.87 Bujur Timur Kepulauan Mentawai.
Peserta evakuasi melakukan pertahanan diri mulai dari berlindung di bawah meja dan menghindari material kaca maupun bangunan yang rentan roboh hingga guncangan berakhir.
Simulasi dilanjutkan dengan BMKG memberikan peringatan dini Tsunami untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan status ancaman AWAS sehinggga diharapkan masyarakat melakukan proses evakuasi.
Masyarakat melakukan evakuasi dengan memukul kentongan dan bahu membahu memprioritaskan kelompok rentan seperti orang lanjut usia (lansia), ibu hamil dan anak-anak menuju ke Tempat Evakuasi Sementara (TES) di Gereja Phiniel.
Tim kelompok siaga bencana (KSB) Sikerei bergerak melakukan koordinasi dengan perangkat daerah setempat untuk pendataan kerusakan, korban jiwa dan pemenuhan kebutuhan dasar di lokasi pengungsian.
Layanan Psikologi Dasar turut dikerahkan untuk menetralkan kondisi psikologi masyarakat yang terkejut setelah mengalami bencana.
Skenario di atas merupakan latihan simulasi bencana gempabumi dan tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatra Barat. Latihan ini melibatkan 200 orang yang terdiri dari masyarakat umum, satuan pendidikan, nelayan, pedagang dan unsur perangkat daerah guna memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi potensi bencana gempabumi dan tsunami Megathrust Mentawai.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, menegaskan bahwa latihan simulasi bencana bukan hanya latihan sekali seumur hidup.
“Kesiapsiagaan bukan hanya jadi pembelajaran dan latihan sekali seumur hidup, tapi harus menjadi budaya dan pelajaran seumur hidup,” kata Suharyanto.
Kondisi Indonesia di tengah zona antar lempeng tektonik aktif menjadi penyebab rawannya terjadi bencana gempabumi dan tsunami.
Suharyanto mengimbau bagi masyarakat untuk tidak berlebihan dalam menyikapi isu potensi megathrust dan fokus untuk meningkatkan kesiapsiagaan mulai dari tingkat keluarga.
“Kita fokus untuk memeriksa rencana evakuasi mandiri, jalur evakuasi, memelihara shelter dan melatih kembali komunikasi risiko berbasis komunitas,” tutur Suharyanto.
Dirinya menambahkan untuk memanfaatkan sistem peringatan dini yang ada seperti kentongan, toa Masjid, lonceng Gereja, maupun sirine untuk menyampaikan tanda bahaya dan evakuasi.
“Kita hidup di negara yang rawan bencana, sehingga apapun bahayanya kita perkuat budaya sadar bencana agar kita siap untuk selamat,” ujarnya.
Apel kesiapsiagaan dan latihan simulasi menghadapi potensi megathrust dilakukan secara serentak di empat lokasi, yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatra Barat dengan total 600 personel di Gereja Phiniel. (*)