Kemudian, “tangguh”. Artinya, mampu mengenali ancaman dan memiliki kemampuan mandiri dalam menghadapi ancaman dan pemulihan, serta memulihkan diri dari dampak bencana. Berikutnya, “terpadu”. Artinya, kolaborasi multipihak dalam penanggulangan bencana. Selanjutnya, “tanpa diskriminasi”. Artinya, menolong orang lain tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan.
Lalu, “transparan”. Artinya, terbuka dalam bekerja sama dan pengelolaan urusan kebencanaan secara akuntabel. Terakhir, “tuntas”, yakni melaksanakan tugas dengan kualitas baik.
Pada kesempatan itu, Pj Bupati Mentawai, Fernando Jongguran Simanjutak mengatakan, terdapat 24 desa dari 43 desa di 10 kecamatan di pesisir pantai Kepulauan Mentawai yang berada di zona tidak aman dari bencana tsunami. Kondisi tersebut membuat pemerintah dan instansi kebencanaan secara terus-menerus melakukan program peningkatan kapasitas kesiapsiagaan bencana. “Sebagaimana kita ketahui, Kepulauan Mentawai merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi tinggi terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Wilayah kita berada di zona Megathrust Mentawai, zona rawan gempa bumi akibat pertemuan dua lempeng Indo Australia dan Eurasia, yang mana menurut para ahli akan terjadi gempa berkekuatan 8,9 M di barat daya Pulau Siberut. Gempa itu berpotensi menimbulkan tsunami setinggi 20 meter dalam waktu 7 menit. Kondisi ini menuntut kita untuk lebih waspada dan memperkuat kesiapsiagaan,” tuturnya. (*)