PADANG, HARIANHALUAN.id—Sumatra Barat menjadi tuan rumah Seminar Nasional dan Rakernas Perbarindo (Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia) pada Jumat dan Sabtu (18-19/10) di ZHM Premiere Padang.
Kegiatan dengan 500 undangan itu dihadiri Ketua Umum Perbarindo Tedy Alamsyah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae dan Ketua Perbarindo Sumbar dan Bengkulu, Syofian Sara.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam kesempatan itu mengatakan per Agustus 2024, tercatat ada sebanyak 1.377 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan 174 BPR Syariah (BPRS).
Dikatakannya total aset BPR dan BPRS mencapai Rp222,38 triliun, penyaluran kredit dan pembiayaan Rp164 triliun serta Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp158,8 triliun.
Ia menambahkan kinerja industri BPR dan BPRS secara umum masih terjaga baik dengan mencatatkan kinerja positif dan tumbuh secara berkelanjutan.
“Tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang menunjukkan ketahanan yang baik dan mampu menopang risiko kredit,” katanya.
Ia mengatakan, OJK terus mendorong penguatan permodalan baik bagi BPR dan BPRS diantaranya melalui kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar.
Adapun pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar wajib dipenuhi pada akhir Desember tahun 2024 bagi BPR dan 31 Desember 2025 bagi BPRS.
“Hingga saat ini masih ada sekitar 316 BPR/BPRS lagi yang belum memenuhi ketentuan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar tersebut,” ujarnya menambahkan.
Bagi BPR/BPRS yang belum mampu memenuhi ketentuan modal minimun tersebut, dikatakannya bisa melakukan opsi konsolidasi dengan penggabungan/merger.
Ketua Umum DPP Perbarindo Tedy Alamsyah mengatakan pemenuhan modal inti minimum Rp6 miliar pada akhir Desember 2024 dan aturan Penerapan Cadangan Pengurangan Penurunan Nilai (CKPN) pada Januari 2025 menjadi tantangan besar BPR/BPRS saat ini.
Ia menjelaskan akibat Covid-19 telah mendorong tingginya risiko kredit bermasalah atau NPL BPR hingga mencapai lebih dari 11 persen.
Ditambahkannya saat ini dampak Covid masih belum selesai, penerapan modal inti minimum dan CKPN secara bersamaan tentunya membuat BPR/BPRS keteteran.
“Sebanyak 316 BPR belum penuhi modal minimum. Jika CKPN diterapkan, potensi BPR yang belum memenuhi ketentuan modal minimum pastinya akan bertambah,” katanya.
Oleh karena itu ia meminta agar OJK bisa memberikan relaksasi dan pertimbangan karena kondisi perekonomian belum memungkinkan.
Ketua Perbarindo Sumbar Bengkulu, Syofian Sara selaku panitia mengatakan kegiatan ini menjadi forum strategis dalam membangun kebersamaan BPR/BPRS di tanah air.
“Temanya resiliensi sesuai agar kita dapat beradaptasi untuk mengatasi masalah yang terjadi. Terima kasih telah mempercayakan Sumbar sebagai tuan rumah,” ujarnya. (h/ita)