PADANG, HARIANHALUAN id—Ribuan kontraktor di Sumatra Barat gulung tikar atau tidak beroperasi lagi sejak pandemi.
Data Gabungan Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapensi) Sumbar, dari 1.800 anggota pada 2020, tersisa 250 anggota saja.
Penyebabnya selain proyek sepi, ditambah lagi regulasi yang cendrung sulit dipenuhi oleh perusahaan kontruksi.
Demikian dikatakan Ketua Gapensi Sumbar Afrizal di Kantornya Jalan Khatib Sulaiman Padang, Selasa (22/10).
“Banyak rekanan konstruksi yang tidak mendapatkan proyek atau pekerjaan selama pandemi sehingga usahanya mati,” kata Afrizal didampingi Wakil Sekretaris Umum Heri Erizal.
Sulitnya regulasi untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) melalui platform Online Single Submission (OSS) juga menambah deretan Panjang kontraktor yang berguguran.
SBU merupakan lisensi yang menandakan kemampuan sebuah usaha konstruksi sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi yang ditentukan.
Selain Sertifikat Standar, SBU menjadi salah satu persyaratan yang harus dimiliki perusahaan kontruksi untuk dapat mengikuti lelang atau tender proyek.
“Agar bisa mendapatkan sertifikat ini, perusahaan yang mengajukan SBU harus memenuhi persyaratan yang ditentukan,” tambahnya.
Diantaranya wajib memiliki tenaga ahli/teknik konstruksi setiap bidangnya yang diakui kompetensinya dengan Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) Kontruksi.
“Dulu namanya SKT untuk tenaga terampil dan SKA untuk tenaga ahli, tetapi sekarang berganti menjadi SKK Kontruksi, bedanya ada pada levelnya,” ungkapnya lagi.
Ia menambahkan level SKK Kontruksi dibagi menjadi 1 sampai 9. Level 1-3 ijazah minimal SMP untuk tenaga operator, level 4-6 untuk teknisi, dan level 7-9 untuk tenaga ahli.
Di Sumbar dikatakannya, lebih dari 95 persennya merupakan perusahaan skala kecil, 7 persen skala menengah dan hanya 2 persen skala besar.
Ia mengatakan, SKK Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha (PJTBU) untuk SBU skala kecil berada pada level 6 atau berpendidikan sarjana muda bidang teknik.
“Kalau di Kota Padang masih bisa syarat itu dipenuhi. Tetapi kalau di 18 kabupaten/kota lainnya sulit bagi perusahaan memenuhi,” katanya.
Oleh karena itu Gapensi Sumbar berhaap peraturan PJTBU untuk SBU Skala kecil diturunkan dari level 6 menjadi Level 5 karena sulit dipenuhi daerah.
Ia juga berharap pemda dapat memberikan perhatian terhadap kelangsungan pengusaha kecil lokal termasuk halnya dalam bidang kontruksi.
“Di Kota Padang misalnya ada sekitar 800 proyek Penunjukan Langsung (PL), kalau dapat dikerjakan oleh kontraktor lokal,” harapnya lagi.
Ia mengatakan di Kabupaten Sijunjung, hal ini sudah diterapkan oleh pemda, sehingga kontraktor lokalnya hidup dan bisa mendapatkan pekerjaan.
“Untuk proyek PL yang nilainya sampai Rp200 juta itu, terserah saja siapa yang mengerjakannya, yang penting kontraktor lokal,” harapnya.
Ditambahkannya dulu zaman Gubernur Zainal Bakar sudah pernah ada Pergub pekerjaan proyek di bawah Rp10 miliar dikerjakan oleh kontraktor lokal.
“Di Bengkulu hal ini bisa dilakukan. Kita berharap di Sumbar kembali hal ini bisa i diterapkan agar bergairah juga perekonomian lokal,” tutupnya.
Heri Erizal menambahkan untuk SBU kontruksi skala kecil minimal beranggotakan 2 orang, 1 orang PJTBU min jenjang 7/ subklasifikasi dan 1 orang PJSKBU min jenjang 6/ subklasifikasi.
Sedangkan untuk SBU kontruksi skala menengah, beranggotakan satu orang PJTBU min jenjang 8/ sub klasifikasi dan 1 orang lagi PJSKBU min jenjang 7/ subklasifikasi.
Untuk SBU kontruksi skala besar minimal dua orang, 1 orang PJTBU min jenjang 9/ subklasifikasi dan 1 orang PJSKBU min jenjang 8/ subklasifikasi.(h/ita)