PADANG, HARIANHALUAN.ID — Lima bulan pascabencana banjir lahar dingin Gunung Marapi yang menerjang tiga kabupaten/kota pada Mei 2024 lalu, proses relokasi masyarakat terdampak hingga kini masih terus dikebut pemerintah daerah (pemda) bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Di sisi lain, penyaluran bantuan untuk rumah yang rusak akibat bencana tersebut justru masih terganjal proses administrasi.
Juru Bicara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat (Sumbar), Ilham Wahab menjelaskan, ada dua lokasi yang telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan hunian tetap (huntap) untuk relokasi terpadu korban bencana banjir lahar dingin Marapi di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar.
Kedua lokasi tersebut adalah di kawasan Balai Benih Ikan (BBI) milik Pemprov Sumbar di Jorong Ladang Laweh, Nagari Rambatan, Kabupaten Tanah Datar serta di Jorong Surabayo, Nagari Talago, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam.
“Untuk relokasi di Tanah Datar, sudah ada beberapa unit yang selesai. Proses pembangunannya sedang berjalan. Begitupun di Kabupaten Agam yang saat ini juga sudah mulai dikerjakan,” ujarnya kepada Haluan, Senin (28/10).
Ilham menuturkan, di lahan relokasi yang telah tersedia di Kabupaten Tanah Datar direncanakan akan dibangun 150 unit rumah. Namun sampai saat ini, rumah yang telah selesai dibangun baru mencapai 70 unit.
“Artinya, lahannya masih tersisa. Karena lahan yang dialokasikan memang cukup luas. Sementara untuk di Kabupaten Agam proses pembangunan juga sudah dimulai. Informasinya ada sekitar 80 rumah permanen tipe 36 yang akan dibangun,” ujarnya.
Di samping menyediakan lahan relokasi serta membangun rumah permanen bagi korban terdampak di lokasi relokasi, BNPB juga telah mengalokasikan Dana Siap Pakai (DSP) yang dapat digunakan untuk membangun kembali rumah masyarakat yang rusak, mulai dari skala berat, sedang, hingga ringan.
Untuk rumah rusak berat, masyarakat akan mendapatkan bantuan senilai Rp60 juta, rusak sedang Rp30 juta, dan rusak ringan Rp15 juta. Dana stimulan bantuan rumah dari BNPB ini telah ditransfer langsung ke rekening masyarakat penerima yang telah diverifikasi sebelumnya.
“Namun memang ada beberapa persyaratan administrasi yang perlu dilengkapi oleh masyarakat penerima agar dana ini bisa dicairkan,” ucapnya merespons keluhan masyarakat di Kabupaten Agam yang mengaku dana bantuan dari Presiden Joko Widodo itu belum bisa dicairkan.
Persyaratan administrasi itu berkaitan dengan adanya tiga skema penyaluran DSP BNPB yang bebas dipilih oleh masyarakat, yakni pola pembangunan yang dilakukan sepenuhnya oleh aplikator, pola swakelola mandiri, pola kedai bangunan.
“Jika pakai pola aplikator, masyarakat akan membangun dengan bantuan aplikator. Nanti kalau pembangunan sudah 100 persen dan dilengkapi dengan bukti berita acara penyelesaiannya, baru dana yang ditransfer dapat dicairkan untuk pembayaran ke aplikator,” katanya.
Sementara jika memakai pola swakelola mandiri atau pola swakelola dengan toko bangunan, bantuan akan dicairkan secara bertahap. Pada tahap satu sebesar 40 persen, tahap dua 40 persen, dan tahap tiga 20 persen.
“Bila masyarakat ingin mengerjakan langsung dan punya Rencana Anggaran Belanja (RAB) sendiri yang jumlahnya melebihi dana yang tersedia, mereka harus bisa memberikan jaminan bahwa mereka punya uang untuk menyelesaikan rumah itu sepenuhnya. Sebab, jika rumah itu nanti tidak selesai, itu akan menjadi temuan di kemudian hari,” katanya.
Ia menyatakan, BPBD kabupaten/kota akan segera memberikan sosialisasi secara lengkap kepada masyarakat penerima bantuan terkait dengan pola pencairan DSP BNPB tersebut. Hal ini secepatnya akan dilakukan untuk menjawab kesimpangsiuran informasi yang beredar di masyarakat. (*)