AGAM, HARIANHALUAN.ID — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan uji coba penerapan sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) bencana banjir lahar dingin Gunung Marapi, yang telah dipasang di sejumlah aliran sungai di tiga daerah di Sumatera Barat (Sumbar), yakni Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, dan Kabupaten Agam.
Uji coba peralatan dan sirine peringatan dini ini dilakukan di beberapa titik. Pada hari pertama, Kamis (24/10), pengujian dilakukan di Pagu-Pagu, Lubuk Mata Kucing, dan Kantor Wali Kota Padang Panjang. Pengujian alat peringatan dini tersebut berupa sensor dan sirine.
Selanjutnya, pada Jumat (25/10), pengujian peringatan dini juga dilakukan pada beberapa titik di Kabupaten Tanah Datar. Pengujian yang sama, yaitu alat sensor dan sirine, pada peralatan yang telah dipasang, di antaranya di Nagari Sungai Jambu.
Dukungan sistem peringatan dini banjir bandang ini sebagai tindak lanjut bencana yang terjadi pada pertengahan Mei 2024 lalu. Banjir bandang yang membawa material vulkanik pascaerupsi Gunung Marapi itu berdampak adanya korban jiwa, khususnya di Kota Padang Panjang, Agam, dan Tanah Datar.
Saat pengujian alat peringatan dini, Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB, Udrekh memimpin kegiatan di lapangan. Udrekh membawa serta perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera V, Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan BK Sumbar, serta BKSDA Sumbar dan BPBD Kota Padang Panjang.
“Ini kesempatan yang sangat baik karena lembaga yang bersinggungan hadir untuk melihat uji coba peringatan dini,” ujar Udrekh dalam keterangan tertulis yang diterima Haluan, Senin (28/10).
Nantinya sistem peringatan dini ini akan terintegrasi dengan data dari lembaga lain, misalnya BMKG dengan data curah hujan atau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dengan sebaran material vulkanik pascaerupsi Marapi. “BBWS V maupun SDABK juga bisa memberikan informasi pengelolaan sungai dan beberapa data pengamatan yang mereka miliki,” kata Udrekh.
Udrekh mengatakan, BMKG sudah dapat memperoleh data potensi curah hujan ekstrem satu hari sebelumnya. Kemampuan ini akan membantu dalam kesiapsiagaan dan peringatan dini kepada masyarakat.
Di samping itu, dengan periode waktu yang sudah dapat diprediksi, nantinya BPBD sebagai operator peringatan dini juga dapat melakukan pengecekan peralatan seperti sensor dan sirine.
Ke depan, Udrekh berharap alat peringatan dini ini dapat terjaga dan terawat dengan baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat. BNPB masih akan membiayai operasional peralatan ini sebelum nantinya diserahkan kepada pemerintah daerah.
Udrekh juga mengungkapkan harapannya, penyiar pada tower sirine dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan umum. Ini akan membantu dalam memonitor fungsi sirine sebagai peringatan dini.
“Penyiar sirine, penting untuk dapat dimanfaatkan sehari-hari, agar lebih dapat dirasakan manfaatnya sehingga dapat mendorong pembiayaan dan perawatan menjadi prioritas daerah, karena manfaatnya yang bisa digunakan untuk memberitahukan berbagai informasi, tidak hanya pada saat ada banjir lahar dingin saja,” ujar Udrekh.
Sementara itu, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari menyatakan, berdasarkan hasil evaluasi bersama dengan pemangku kepentingan terkait, informasi prakiraan cuaca saja tidak operasional untuk operasi kedaruratan, sehingga diperlukan suatu sistem peringatan dini kebencanaan yang benar-benar bisa dijadikan pegangan oleh BPBD untuk mengaktivasi rencana kontinjensi dan rencana operasi kedaruratan.
Pada kesempatan yang sama, Pj Bupati Agam, Endrizal menyampaikan terima kasih atas bantuan BNPB. Peralatan peringatan dini yang akan menentukan adanya informasi melalui sirine dapat membantu masyarakat selamat dari ancaman bahaya banjir bandang. Dia akan melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai keberadaan peralatan peringatan dini kepada masyarakat agar mereka turut merasa memiliki sebagai aset yang berharga dan menjaganya.
Sebelumnya diberitakan, Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Raditya Jati menyampaikan, sistem peringatan dini merupakan bentuk komitmen pemerintah pusat terhadap tiga kabupaten/kota yang dilanda banjir lahar dingin pada 11 Mei 2024 lalu.
Raditya berharap, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta masyarakat turut juga andil dalam pemasangan maupun pemeliharaan instrumen peringatan dini. “Tantangan selanjutnya bagaimana sistem peringatan dini ini dapat mendorong adanya early action di tengah masyarakat,” ujar Raditya.
Pemasangan perangkat peringatan dini ini diharapkan dapat menjadi contoh kasus yang baik. Menurutnya, modalitas yang dimiliki masyarakat setempat telah ada, sehingga ini dapat membantu untuk memahami peringatan dini dan mereka mampu melakukan aksi dini untuk merespons peringatan dini tersebut.
Sistem peringatan dini ini akan mengintegrasikan informasi cuaca, informasi aktivitas gunung api, informasi getaran, dan sensor cuaca. Berbagai informasi tersebut akan memberikan rekomendasi kepada pemangku kepentingan untuk kesiapsiagaan maupun langkah mitigasi terhadap potensi dampak bencana. (*)