Puluhan Hotspot Terdeteksi, Sumbar Waspadai Karhutla

Pemprov Sumbar mewaspadai potensi kebakaran lahan hutan atau Karhutla seiring meningkatnya titik (hotspot) di sejumlah daerah.

Pemprov Sumbar mewaspadai potensi kebakaran lahan hutan atau Karhutla seiring meningkatnya titik (hotspot) di sejumlah daerah.

PADANG, HARIANHALUAN.ID— Pemerintah Provinsi Sumatra Barat atau Pemprov Sumbar mewaspadai potensi kebakaran lahan hutan atau Karhutla seiring meningkatnya titik (hotspot) di sejumlah daerah.

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Sumbar, Yozarwardi menyebut, kesiapsiagaan penting untuk terus dijaga. Pasalnya, karhutla dapat terjadi kapan saja, baik itu secara alami atau disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pembukaan lahan pertanian, pembakaran sampah, atau kelalaian dalam mengelola api saat melakukan aktivitas di hutan. 

Ia mengklaim penanganan karhutla di Sumbar sudah semakin baik. Hal ini terbukti dengan menurunnya luas hutan dan lahan yang terbakar pada 2024 dibandingkan 2023. Areal hutan dan lahan yang terbakar selama tahun 2024 seluas 86,47 hektare. 

Areal tersebut tersebar di Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Sijunjung, Kota Payakumbuh, Kabupaten Dharmasraya, dan Kota Padang. “Sementara pada 2023 lalu areal yang terbakar mencapai 608,56 hektare,” katanya. 

Tingkat keberhasilan dalam penanganan itu tidak terlepas dari upaya bersama para pihak. Namun begitu, langkah ke depan untuk menekan potensi karhutla juga tetap harus dipersiapkan secara matang. 

Langkah itu di antaranya sosialisasi penyiapan lahan tanpa bakar atau pembakaran dengan asap minimal dan pembakaran bergilir dan peringatan dini kebakaran. Selain itu juga perlu adanya pembinaan dan peningkatan ketaatan kepada pengusaha yang bergerak di bidang perkebunan dan bidang kehutanan, seperti Hutan Tanaman Industri dan perizinan berusaha pemanfaatan hutan dalam penerapan penyiapan lahan tanpa bakar. 

Selanjutnya, perlu dilakukan kampanye dampak asap terhadap kesehatan, pemberdayaan masyarakat untuk penerapan pengetahuan tradisional dalam pengendalian kebakaran, dan penyebarluasan peringatan dini kebakaran hutan dan lahan. 

Ia menegaskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar juga berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk memperkuat kesiapsiagaan di daerah. 

Ia berharap seluruh pemangku kepentingan bisa menggerakkan segala upaya dalam hal pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. 

“Dampak kebakaran hutan dan lahan sangat merugikan, baik bagi lingkungan maupun manusia. Dampak negatif itu menyebabkan kerugian ekosistem, pencemaran udara, hilangnya habitat, ancaman kesehatan, dan meningkatnya emisi gas rumah kaca,” tuturnya. 

Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) atau Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang, Kabupaten Agam mencatat, sejak 26 Oktober 2024 ada sebanyak 27 titik panas (hotspot) kategori high yang terpantau di Sumatera Barat, yang sebagian besar berada di wilayah di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel). 

Titik panas itu tersebar tersebar di daerah Lunang Silaut dan Tapan. Hingga Selasa (29/10) siang, Stasiun GAW Kototabang melalui citra satelit Terra and Aqua bahkan memantau adanya empat titik panas di Kabupaten Pessel, tepatnya di Kecamatan Lunang dan Tapan. (*)

Andi mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum melakukan pemantauan ke lapangan karena masih menganalisa perkembangan titik panas tersebut. Sebab, bisa saja puluhan titik panas itu merupakan aktivitas petani yang sedang membakar tumpukan jerami yang kemudian hilang atau tidak bertahan lama. “Kami masih memonitoring perkembangannya dan pasti memberikan informasi kepada dinas terkait,” ucapnya. 

Pihaknya juga memastikan sebaran puluhan titik panas tersebut hingga kini belum mengganggu aktivitas masyarakat, atau menyebabkan penurunan kualitas udara, terutama di Kabupaten Pessel. 

Exit mobile version