Meskipun sekarang pembangkit listrik mikrohidro Salido Ketek yang dibangun Belanda itu tinggal nama dan sudah dilakukan rehabilitasi dengan pembangkit listrik yang baru, tetapi bekas-bekas pembangkit listrik buatan Belanda masih ada di Salido Ketek. Apalagi sumber air yang dijadikan energi pembangkit listrik mikrohidro di Salido Ketek itu terletak di pucak bukit dengan panoramanya yang indah.
Apalagi lokasi pembangkit listrik di Salido Ketek itu juga tidak terpisahkan dari jalur sejarah (history line) kawasan ini dengan Kapal Boeloengan yang tenggelam di Teluk Mendeh dan lokasi tambang Emas SanLaida. Karena itu, dengan membangunan museum sejarah di kawasan pembangkit listik peninggalan Belanda yang representatif di Salido Ketek, akan menjadikan Salido Ketek sebagai kawasan wisata yang terintegrasi dengan kawasan wisata mandeh atau setidaknya menjadi pendukung bagi pengembangan pesonan dan daya tarik kawasan wisata Mandeh.
Aprial Habas: Kita Dukung Tambang Emas Salido
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pessel, Aprial Habas mengatakan, Pulau Sumatra dahulu dikenal dengan nama Svarnadwipa, yang dalam bahasa sanskerta berarti Pulau Emas. Catatan mengenai ini bermula dari seorang penyair kebangsaan Portugis bernama Luiz de Camoens (1524-1580) dalam puisinya Os Lusiadas. Sumber tersebut didapat dari kabar informasi yang dibawa oleh pelaut-pelaut Arab yang ditemuinya.
Pada tahun 1662, Belanda melalui VOC berhasil menduduki Desa Salido Ketek untuk keperluan berdagang di pantai barat Sumatera sehingga perlahan-lahan VOC membangun infrastruktur berupa benteng di Pulau Cingkuk sebagai penunjang kegiatan dagangnya dan
benteng pertahanan di Sumbar.
Di bawah pimpinan Commandeur Jacob Joriszoon Pits (1557- 1678), VOC mengeksplorasi pertambangan emas di Desa Salido Ketek. Heeren XVII mengirim dua geologisnya untuk meneliti kandungan emas tersebut. Selanjutnya, VOC mendatangkan tenaga kerja paksa yang dibawa dari Madagaskar, juga tawanan perang dari daerah sekitar untuk mengeksploitasi kandungan emas pada tahun 1669.