“Pada tahun 1953 di Bukittinggi telah berdiri perguruan tinggi agama Islam swasta dengan nama Perguruan Tinggi Islam Darul Hikmah dengan jumlah awal mahasiswa sebanyak lebih kurang 40 orang. Kemudian di tahun 1957, Perguruan Tinggi Islam Darul Hikmah resmi menjadi Universitas Darul Hikmah dan beroperasional hingga tahun 1963. Di tahun 1963 akhir, berdiri Fakultas Agama Islam Syar`iyyah (FAIS) di Bukittinggi dan 3 tahun kemudian di tahun 1966 FAIS berubah menjadi Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Padang di Bukittinggi dan bertahan lebih kurang 30 tahun,” kata Asyari.
Kemudian lanjutnya, pada tahun 1997, seiring dengan kebijakan pemerintah, Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Padang di Bukittinggi memenuhi syarat dan berubah menjadi STAIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi. Tahun 2014, STAIN Sjech M. Djamil Djambek beralih bentuk menjadi IAIN Bukittinggi sesuai dengan Perpres No.181 tahun 2014 tanggal 18 Desember 2014. Kemudian, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 775 tahun 2018, IAIN Bukittinggi ditetapkan sebagai Satker BLU.
“Pada 8 Juli 2022, IAIN Bukittinggi beralih bentuk menjadi UIN Bukittinggi berdasarkan Peraturan Presiden No. 85 Tahun 2022,” ungkapnya.
Sementara itu, Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya dalam orasi ilmiahnya memberikan apresiasi kepada keluarga besar UIN Bukittinggi yang telah membuat langkah besar dan sangat luar biasa berupa alih status dari STAIN M. Djamil Djambek ke IAIN Bukittinggi dan meningkat lagi menjadi UIN Syech M. Djamil Djambek Bukittinggi dalam satu periode kepemimpinan Rektor Prof. Dr. Ridha Ahida, M. Hum.
“Perubahan status dari STAIN, IAIN dan UIN bukan perkara mudah disamping menyiapkan anggaran yang sangat besar diperlukan juga jaringan yang sangat luas dan kuat,” ujarnya.
Ia menilai perjalanan UIN Bukittinggi kedepannya masih panjang, seperti meningkatkan akreditasi A menjadi Unggul. “Jadi tidak ada kata berhenti, jika sudah akreditasi Unggul bisa ditingkatkan ke akreditasi internasional,” katanya.