
Oleh: Riga F. Asril
Dokter Andani Eka Putra menjadi sosok penting dalam beberapa tahun terakhir di dunia kesehatan di Indonesia. Betapa tidak, dedikasi dan kerja tanpa kenal waktunya dalam memimpin Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (FK Unand), memberikan sumbangsih besar dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
Lika-liku perjalanan karir dan riwayat pendidikan menghiasi perjalanan heroik dokter kelahiran Pesisir Selatan 15 Agustus 1972 itu. Kepada Haluan, Minggu (21/11) Andani bercerita, selepas menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 3 Padang pada 1991, ia mengikuti tiga tes sekaligus untuk masuk ke perguruan tinggi (PT).
Pertama, Andani mengikuti program pendidikan dari B.J Habibie. Kedua, mengikuti seleksi masuk Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan mengambil Jurusan Teknik Kimia. Ketiga, ia juga mengikuti seleksi masuk Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (FK Unand). Berkat nasihat orang tua, pilihannya pun berlabuh pada dunia kedokteran.
“Saya Alhamdulillah lulus pada tiga seleksi itu. Lalu saya minta pertimbangan dari keluarga. Orang tua perempuan saya, khususnya, ingin saya menjadi dokter agar bisa membantu banyak orang. Semangat untuk membantu orang lain itu yang ditekankan orang tua,” kata Andani kepada Haluan.
Setelah menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (FK Unand) pada 1997, Andani justru tidak langsung berkiprah di dunia kedokteran. Ia malah membawa ijazahnya untuk melamar menjadi wartawan ke sebuah media cetak di Kota Padang.
Andani menyebutkan, keinginannya untuk menjadi wartawan sebenarnya telah terbentuk sejak aktif di Majalah Broca FK Unand. Di samping itu, keinginan semakin kuat setelah melihat banyak wartawan yang kesulitan, bahkan keliru, dalam menulis istilah-istilah kesehatan.
“Tapi, saat itu saya ditertawakan karena membawa ijazah FK ke seorang wartawan senior di Kota Padang. Sebab, dia merasa apa yang saya lakukan aneh dan mengada-ada. Akhirnya, jadi wartawan tak kesampaian, dan saya akhirnya praktek di Riau,” kata Andani kepada Haluan di ruang kerjanya, di Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi FK Unand, Minggu (21/11).
Andani mengaku sejak pertama kali bertugas, ia tidak pernah memungut biaya tertentu dari pasien-pasiennya. Sebab ia punya prinsip, profesi yang ia emban ditujukan untuk membantu masyarakat, dan status profesi sebagai dokter bukan sekadar untuk mencari uang.
Berusaha sederhana dan ikhlas, disebut Andani terpatri berkat didikan orang tuanya yang seorang guru dan polisi, yang tentu juga banyak mendermakan diri di tengah lingkungan masyarakat. Selain itu, karakter itu juga terbentuk karena proses yang ia jalani selama menjadi mahasiswa, yang lebih banyak berkecimpung di tengah-tengah masyarakat. Termasuk saat beraktivitas pada organisasi intra dan ekstra kampus.
“Di lapangan, di dekat masyarakat, saya bisa melihat kondisi rill. Salah satunya adalah fakta bahwa tidak semua orang memiliki akses dan punya uang yang cukup untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter. Selain itu, saya punya prinsip, jika kita sering berbuat baik, maka kebaikan yang akan kembali pada kita itu akan lebih banyak lagi,” ucapnya lagi.
Merintis Lab, Melawan Covid-19
Setelah menunaikan tugas pelayanan di Riau, Andani kemudian berkarir di bagian Mikrobiologi FK Unand, dan bergerak di bidang bioteknologi medis. Salah satu pijakan penting dalam karirnya datang saat Pandemi Covid-19 melanda, di mana Andani berinisiatif mengembangkan Laboratorium Mikrobiologi FK Unand menjadi Pusat Pelayanan Diagnostik Penyakit Infeksi.
Akhirnya, pusat pelayanan itulah yang menjadi Laboratorium Infeksi Biomedik, di mana Andani menghibahkan penggunaan alat-alat pribadi milikinya dalam operasionalnya. Sejak 24 Maret 2020, laboratorium itu mendapat izin dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk melakukan uji sampel swab Covid-19, yang sebelumnya hanya dilakukan di Litbangkes Kemenkes RI.
“Sebenarnya, Labor di FK ini sudah saya bangun sejak 2014. Awalnya adalah laboratorium riset pribadi. Mayoritas barang dan peralatannya saya beli dengan uang sendiri. Sekarang, semua fasilitas lab sudah saya hibahkan ke Unand dengan tujuan dapat bermanfaat untuk masyarakat banyak,” katanya lagi.
Jalan pengabdian yang ditempuh Andani, diakuinya didasari rasa khawatir jika sewaktu-waktu ajal menjemputnya, sementara tidak ada yang bisa mengurus dan menggunakan alat-alat tersebut. Ternyata memang, tak lama setelah dihibahkan ke Unand, pandemi pun mulai mewabah.
“Sekitar akhir Desember 2019, semua alat-alat itu saya hibahkan ke fakultas. Nilainya sekitar Rp850 juta. Sekarang, fasilitas labor ini semakin lengkap. Prinsip saya tak berubah, berikanlah pertolongan pada orang banyak, maka Allah akan membalasnya dengan cara yang tidak diduga-duga,” ujarnya mantap.
Pengoperasian laboratorium yang ia pimpin itu kemudian memang membawa decak kagum hingga ke tingkat nasional. Sebab, berkali-kali laboratorium itu menorehkan prestasi dalam kuantitas dan kualitas pemeriksaan sampel Covid-19. Saat labor lain hanya menyelesaikan pemeriksaan 100 hingga 200 sampel per hari, Andani bersama tim di labornya bisa bisa menyelesaikan pemeriksaan rata-rata 800 sampel per hari.
Andani mengaku, gerakan awal pemeriksaan sampel Covid-19 di laboratorium tersebut mendapat dukungan penuh dari pihak kampus dan pemerintah daerah (Pemda). Andani menyebut, komunikasi yang terjalin baik dengan seluruh pihak membuat proses pelacakan Covid-19 menjadi lebih cepat, dan data yang dihasilkan lebih akurat.
“Saya tak pernah terbersit berkeinginan untuk mencari keuntungan finansial maupun ketenaran di tengah pandemi ini. Apa yang saya lakukan selama ini hanya untuk pengabdian dan mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan yang saya miliki. Tidak ada ambisi pribadi. Saya tidak suka pencitraan,” kata Andani yang saat ini tengah membangun pesantren gratis.
Dambakan Kemandirian Bangsa
Selama berkelindan melawan pandemi, Andani melihat adanya ketidakmerataan yang kontras antara satu daerah dengan daerah lain terkait kelengkapan fasilitas dan alat-alat kesehatan. Oleh sebab itu pula ia sejak awal menilai, Indonesia secara umum tidak cukup siap untuk menghadapi pandemi.
Menurut Andani, turunnya kasus positif Covid-19 belakangan ini di Sumbar dan di Indonesia bukan karena upaya dan kelengkapan fasilitas kesehatan. Akan tetapi karena memang lebih dari 80 persen warga telah terinfeksi Covid-19 varian delta, sehingga dengan sendirinya herd immunity alami telah terbentuk.
“Buktinya bisa kita lihat, saat kasus turun, capaian vaksinasi kita justru masih sangat rendah. Itu karena kekebalan alami yang telah terbentuk,” ucapnya lagi.
Menurut Andani, ada beberapa indikator yang diperlukan agar Indonesia bisa mengakhiri pandemi. Pertama, protokol kesehatan (prokes) berjalan dengan baik sehingga mencegah penularan. Kedua, pelacakan kasus yang berjalan optimal. Ketiga, proses isolasi yang tertata dan terawasi dengan baik. Keempat, vaksinasi yang memenuhi target.
“Dari empat indikator itu, mana yang sudah terpenuhi di Indonesia. Tidak ada. Jadi, tidak ada hubungannya kasus yang turun ini dengan maksimalnya penanganan yang dilakukan,” katanya.
Oleh karena itu ke depan, Andani menilai perlu dilakukan reformasi ketahanan kesehatan secara menyeluruh di Indonesia. Dimulai dengan memperbaiki dan menata early warning system dalam penanganan, pelibatan semua kalangan dengan perbaikan komunikasi publik, serta memberdayakan masyarakat desa atau nagari dalam menghadapi pandemi.
“Itu yang sedang kami kerjakan sekarang, dengan pilot project di enam nagari di Kabupaten Solok Selatan. Itu bertujuan agar desa dan nagari sudah punya pengetahuan dan bekal yang cukup jika sewaktu-waktu pandemi kembali melonjak,” katanya lagi.
Andani mengaku memiliki mimpi agar bangsa ini bisa mandiri dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidanga kesehatan. Kemandirian itu, sebutnya, bisa terwujud jika masyarakat di tingkat bawah sudah bisa mandiri.
“Kita bisa maju dan mandiri kalau kita bisa memaksimalkan potensi-potensi di nagari-nagari. Itu pula alasan saya membangun pesantren gratis untuk anak-anak kurang mampu dan berprestasi. Tujuannnya, agar nanti ikut mendorong terciptanya kader-kader yang bagus untuk mempercepat kemandirian bangsa,” ujarnya menutup. (*)
Komentar