Ia mengaku tidak nyaman sebenarnya mengungkapkan jumlah korban kejahatan predator seks asal Jepara itu. Namun, kasus ini juga perlu disampaikan karena untuk kepentingan semua masyarakat, terutama para orang tua yang memiliki anak perempuan agar mengontrol perilakunya dalam menggunakan media sosial, seperti Telegram dan WhatsApp.
“Pelaku dalam menjalankan aksinya menggunakan Telegram dan ditindaklanjuti dengan WhatsApp,” ujarnya.
Dalam menjalankan aksinya, pelaku merekam korbannya sehingga akan dilakukan penyelidikan guna mengetahui masing-masing korbannya.
“Pelaku ini merupakan predator seks dan korbannya anak-anak kita sendiri. Saya juga tidak mau anak kita ini menjadi trauma dan jadi korban perundungan temannya. Bahkan ada yang mau bunuh diri,” ujarnya.
Subagio menambahkan aksi kejahatan pelaku berlangsung sejak September 2024. Terungkapnya kasus tersebut berawal dari kerusakan HP salah satu korbannya, yang kemudian diperbaiki di jasa servis HP oleh ayah korban.
Setelah HP diperbaiki dan dihidupkan, ayah korban mengetahui kalau di telepon genggam pintar anaknya itu tersimpan data kasus kejahatan seksual itu dan selanjutnya melapor ke polisi.
Atas tindakannya itu, pelaku kejahatan seksual anak itu dijerat dengan Undang-Undang Pornografi yang ancaman hukumannya hingga 12 tahun penjara, selain juga Undang-Undang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). (h/ant)