JAWA TENGAH, HARIANHALUAN.ID – Setiap musim penghujan datang, warga Desa Ketitang Wetan, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, selalu dibayangi tamu yang tak diharapkan: Banjir. Bencana yang dipicu oleh fenomena cuaca itu menjadi mimpi yang selalu mengusik ketenangan. Seluruh warga tak bisa tidur nyenyak.
Sebagian dari mereka mencoba berdamai dengan meninggikan lantai dasar berharap banjir tak sampai mengetuk pintu. Namun, sering kali genangan air berhasil membobol rumah. Kejadian itu pun dapat berulang tiga sampai empat kali dalam setahun.
Pada hari Kamis (23/10), bayangan kelam itu benar-benar datang. Langit nyaris tak berhenti menumpahkan isinya selama tiga hari tiga malam. Sungai Widodaren yang melingkar memeluk desa kehilangan daya tampung. Hujan di wilayah hulu Pegunungan Kapur Utara yang keropos turut membebani sungai yang tampak letih.
Menurut warga, Sungai Widodaren dulunya perkasa. Dia memiliki dua anak cabang, pertama Sungai Kaligedong yang mengalir ke arah barat melewati Desa Raci, kedua Sungai Kaliombo ke arah timur melintas Desa Ketitang Wetan. Meski berbeda arah aliran, tetapi tetap satu tujuan: Laut Jawa.
Seiring berjalannya waktu, kemampuan Sungai Kaligedong menyusut. Sedimentasi terus mengikis aliran air, merenggut martabatnya sebagai sungai yang memberikan kehidupan masyarakat setiap musim tanam tiba.
Saat sedimen bertambah, aliran Sungai Widodaren yang terbelah dua menjadi terpusat di satu aliran: Kaliombo. Beban Sungai Kaliombo pun menjadi berat. Air hujan dan kiriman dari hulu tak tertampung. Menurut kesaksian perangkat desa, tinggi muka pada hari Jumat (24/10) telah melebihi tanggul hingga mencapai 90 sentimeter. Mirisnya, sebagian besar rumah warga berada di bawah tanggul.
Delapan titik tanggul pun akhirnya jebol. Airnya mengepung seluruh desa seisinya. Lebih dari 2.500 jiwa terdampak. Seluruh rumah terendam dengan tinggi muka air antara 50-100 sentimeter. Anak-anak tak bisa pergi ke sekolah, para petani terpaksa menggantung cangkul dan memilih untuk menyelamatkan harta benda. Seolah harus pasrah menerima mimpi buruk yang menjadi kenyataan.
Nestapa yang dialami warga Ketitang Wetan menjadi perhatian pemerintah pusat. Pada hari Selasa (28/10), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Dr. Suharyanto atas arahan Presiden Prabowo Subianto, memerintahkan Direktorat Dukungan Sumber Daya Darurat (DSDD), untuk hadir mendukung dan membersamai warga Desa Ketitang Wetan.
Selepas petang, Balai Desa Ketitang Wetan menjadi lokasi pertemuan antara BNPB dengan warga. Pada momentum yang akrab itu, warga menumpahkan segala rasa. Kepada Direktur DSDD, Agus Riyanto yang didampingi Unsur Pengarah, Rahmawati Husein, Tenaga Ahli BNPB, Kepala BPBD Provinsi Jawa Tengah dan Kepala BPBD Kabupaten Pati, warga tidak meminta apapun, kecuali hanya berharap dua hal. Pertama memiliki tanggul permanen sebagai benteng pelindung kehidupan di rumah sendiri, kedua normalisasi Kaligedong.
Mendengar aspirasi tersebut, Direktur DSDD Agus Riyanto memahami apa yang menjadi keresahan warga. Kepada mereka, Agus mengatakan bahwa, BNPB bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemkab Pati berkomitmen akan mengupayakan seluruh rangkaian upaya penanganan mulai dari jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Pada fase jangka pendek, dukungan yang akan diberikan meliputi; pemenuhan kebutuhan dasar, perbaikan dan penguatan tanggul termasuk sarana serta prasarana yang terdampak.
Perbaikan dan penguatan tanggul secara bertahap telah dilakukan oleh pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serang, Lusi dan Juana. Sementara secara paralel, BNPB telah mendukung Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) sejak dua hari yang lalu.
Metode ini dilakukan sebagai opsi untuk mengelola cuaca agar hujan tidak jatuh ke wilayah terdampak, maupun wilayah hulu sungai. Hal ini penting dilakukan, sebab, perbaikan dan penguatan tanggul memerlukan terik yang konsisten tanpa tertutup awan maupun hujan.
Kedua, sebagai solusi jangka menengah, BNPB akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mitigasi struktural maupun non struktural. Sebagai gambaran, dukungan struktural ini meliputi penguatan tanggul secara permanen hingga mencakup normalisasi sungai.
Sedangkan bentuk dukungan non struktural akan dilakukan melalui penguatan kapasitas masyarakat melalui program Desa Tangguh Bencana (Destana).
BNPB memahami bahwa upaya ini akan membutuhkan waktu sampai benar-benar terealisasi, oleh sebab itu diperlukan dukungan dari seluruh pihak, termasuk masyarakat itu sendiri.
Selanjutnya untuk jangka panjang, mitigasi berbasis ekologi akan menjadi bagian penting yang tak terpisahkan. Wajah wilayah hulu sungai Widodaren yang berada di lereng Pegunungan Kapur Utara telah banyak berubah dalam beberapa dekade terakhir.
Praktik alih fungsi lahan hingga eksplorasi secara liar dapat mengancam lingkungan sehingga dapat memicu terjadinya bencana yang lebih besar ke depannya. Pengembalian marwan hulu sebagai daerah resapan air akan dilakukan melalui sinergi antar lintas kementerian/lembaga yang terkait, termasuk peran masyarakat.
Di ujung pertemuan singkat penuh hangat. BNPB menyerahkan bantuan logistik dan peralatan kepada warga yang tengah berjuang untuk bangkit. Satu paket berisi selimut, beras, hygiene kit, kebutuhan bayi dan balita serta sembako pun dibawa pulang kembali ke rumah masing-masing dengan perasaan yang lebih baik.
Di bibir sungai Kaliombo, beton yang tekoyak terlihat seperti luka menganga yang belum sepenuhnya kering. Seolah ingin berkata bahwa alam memiliki kodratnya sendiri, dan manusia harus dapat hidup berdampingan dengannya.
Melalui dukungan lintas sektor, BNPB berharap seluruh upaya yang dilakukan dapat memulihkan kondisi warga Desa Ketitang Wetan secara menyeluruh. Penanganan tanggul, normalisasi sungai, hingga pemulihan lingkungan hulu akan menjadi bagian dari langkah berkelanjutan untuk mengurangi risiko bencana di wilayah tersebut.
BNPB mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus memperkuat kesiapsiagaan dan membangun budaya sadar bencana di lingkungan masing-masing. Dengan sinergi antara pemerintah dan masyarakat, tanggul kehidupan di Ketitang Wetan bukan hanya akan berdiri di tepian sungai, tetapi juga di hati setiap warganya. (*)














