Sirajul Fuad Zis, M.I.Kom
Mahasiswa Doktor Studi Pembangunan
Sekolah Pascasarjana Universitas Andalas
Lima Destinasi Super Prioritas (DSP) yang termasuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) tersebar di lima provinsi di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari barat, tengah, hingga timur. Destinasi tersebut mencakup Danau Toba di Sumatera Utara, Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara Barat (NTB), Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Likupang di Sulawesi Utara. Masing-masing destinasi memiliki potensi wisata yang besar dengan keunikan dan daya tarik tersendiri, namun masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut agar dapat dimaksimalkan. Empat dari lima Destinasi Super Prioritas yang ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata merupakan Ekowisata Bahari, tiga destinasi Pantai dan Laut dan satu destinasi Danau.
Bicara pembangunan lima Destinasi Super Prioritas ini dilatarbelakangi karena tren Ekowisata Bahari di Bali masih menjadi primadona bagi wisatawan Nusantara dan Mancanegara. Sehingga Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif membuat kebijakan untuk mempercepat pembangunan destinasi ikut melejit yang diyakini mampu mendongkrak industri pariwisata Indonesia di masa yang akan datang.
“Ini adalah keputusan yang sudah diambil di level tertinggi. Presiden bilang bahwa kalau membangun fokus, cari lima yang berpotensi menjadi ‘Bali Baru’. Kalau lima destinasi ini sudah selesai kita persiapkan, kita perluas lagi,” ungkap Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno dalam sebuah wawancara pada April 2022.
Sebagai langkah untuk meningkatkan kualitas wisata bahari sekaligus menciptakan lapangan kerja, pemerintah berencana mengembangkan sektor pariwisata laut yang memiliki nilai tinggi. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2020-2024, Sandiaga Uno, menegaskan bahwa pengembangan ini bertujuan untuk membuka peluang kerja yang lebih luas bagi masyarakat.
Harapan baru bagi masyarakat pesisir, untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekowisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam laut dan pulau sebagai destinasi pariwisata baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Lantas apa saja yang menjadi daya tarik wisata bahari? Pertama, daya tarik keindahan pesisir yang bersih, indah dan lestari dengan. Kedua, daya tarik wisata atraksi yang ditawarkan (seperti konservasi penyu, banana boat, surfing, diving, snorkling, jelajah hutan mangrove dengan perahu dan atraksi lainnya) dengan menggunakan konsep konservasi (Tindakan yang bertujuan untuk menjaga, merawat, dan mempertahankan keberlanjutan sumber daya alam, baik yang bersifat alami maupun hasil buatan manusia). Ketiga, keamanan, kenyamanan dan keramahtamahan dalam menyambut wisatawan.
Kenapa wisatawan mengunjungi Bali? Karena terdapat destinasi yang lengkap Wisata alam (pantai, gunung, dan sawah), wisata budaya, wisata modern (nightlife, beach club), Wisata kesehatan (yoga, spa, dan retreat spiritual) yang didukung oleh keramahtamahan masyarakat lokal.
Pembangunan Ekowisata Bahari adalah suatu potensi yang dapat dimanfaatkan pengelolaan berbasis masyarakat, yang menguntungkan masyarakat pesisir sebagai skala prioritas paling tinggi. Apa jadinya kalau investor yang masuk ke pembangunan ekowisata bahari? Masyarakat menjadi pekerja di wilayah mereka sendiri, tidak dilibatkan dalam mengambil keputusan untuk arah terbaik untuk mewujudkan Ekowisata Bahari.
Permasalahan Ekowisata Bahari di Sumatera Barat, khususnya yang dikelola masyarakat belum banyak yang menuai keberhasilan, bahkan miris terhadap fenomena perilaku pemalakan di wilayah pesisir pantai, seperti kasus pemalakan oleh pemilik oknum warung kepada wisatawan di Pantai Padang, Pantai Pasir Jambak yang viral. Artinya kesadaran masyarakat terhadap potensi pariwisata mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan memaksimalkan hospitality (sikap ramah kepada tamu) belum dipahami. Sehingga menghasilkan perilaku oknum yang menginginkan instan mendapatkan uang dalam jumlah besar dengan menggertak dan mengganggu kenyaman wisatawan. Wisatawan tidak akan kembali, jika hal tersebut menjadi pengalaman wisata yang buruk.
Masih ada permasalahan mental yang terjadi, para pemalak memanfaatkan agenda wisatawan untuk keuntungan pribadi bukan berbasis pengelolaan masyarakat. Basis wisata yang pengelolaan dari masyarakat, mestinya bersatu dalam satu kelompok sadar pariwisata (Pokdarwis) untuk mengelola wisata.
Boleh dan sah saja meminta tiket masuk secara resmi, dengan harga tiket yang terjangkau sesuai dengan atraksi Ekowisata Bahari yang ditawarkan berkoordinasi dengan dinas pariwisata kabupaten/kota setempat untuk Pendapat Asli Daerah (PAD) sesuai ketentuan dan kebijakan daerah, sementara itu nilai sosial-ekonomi masyarakat diharapkan dapat meningkat serta memiliki lingkungan yang terjaga.
Pembangun Ekowisata Bahari, dapat menggunakan pendekatan konsep pembangunan berkelanjutan yakni sosial, ekonomi dan lingkungan. Tiga pilar ini apabila berjalan seimbang akan mewujudkan berkelanjutan pada aspek Ekowisata Bahari. Oleh karena itu, diperlukan kajian multidisiplin untuk mengidentifikasi tantangan serta merumuskan solusi yang tepat dalam pengelolaannya.
Destinasi wisata bahari dari wilayah Sumatera Barat tidak masuk dalam kategori destinasi Super Prioritas? Kenapa? Ada apa? Ada wisata Kawasan Mandeh yang punya potensi besar untuk pengembangan, dan beberapa destinasi Ekowisata Bahari yang di Sumatera Barat seperti Desa Wisata Amping Parak: Konservasi Penyu, Desa Wisata Teluk Buo dan Desa Wisata Apar.
Ada apa? apa permasalahannya? salah strategi apa? kebijakan apa yang masih kurang untuk mendukung Kawasan Mandeh tidak dilirik? Pertanyaan-pertanyaan tajam untuk pemangku kepentingan, dalam konteks ini tentu saja ditujukan untuk pemerintah Sumatera Barat, Gubernur Mahyeldi dan Wakil Gubernur Vasko yang mengusung misi urutan keenam saat kampanye yakni meningkatkan daya saing pariwisata dan akselerasi pertumbuhan ekonomi kreatif.
Misi ini bersifat masih bersifat umum, masih sulit untuk ditafsirkan apakah ekowisata bahari masuk dalam kerangka visi yang dimaksud, karena berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014-2025 (Perda Sumbar No.3 Tahun 2014) pada masa kepemimpinan Gubernur yang sama dan Wakil Gubernurnya Audy Joinaldy. Visi pembangunan pariwisata provinsi yang tertuang dalam dokumen tersebut yaitu terwujudnya Sumatera Barat sebagai destinasi utama pariwisata berbasis agama dan budaya di Wilayah Indonesia Bagian Barat yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan rakyat. Penetapan visi ini menurut pandangan peneliti masih keliru, karena potensi wisata alam yang ada di Sumatera Barat tidak dimasukkan dalam visi termasuk di dalamnya potensi wisata bahari. Masih membungkus visi berbasis agama dan budaya.
Dasar kebijakan sangat dibutuhkan untuk mendukung Pembangunan Ekowisata Bahari di Sumatera Barat, bentuk keseriusan membangun harapan baru dalam mensejahterakan masyarakat pesisir.
Sementara itu, disebabkan Ekowisata Bahari berada di Zona Megathrust Sumatera merupakan salah satu area subduksi paling aktif di dunia, terletak di sepanjang perbatasan antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Jalur pertemuan lempeng ini terletak di bawah laut, sehingga apabila terjadi gempa bumi besar dengan kedalaman dangkal, hal tersebut berpotensi memicu terjadinya tsunami.
Oleh karena itu, Indonesia juga rentan terhadap ancaman tsunami. Maka dari itu juga perlu memahami aspek keilmuan kebencanaan, yakni kesiapsiagaan adalah sistem peringatan dini, yang memungkinkan deteksi dini terhadap potensi bencana. Sistem ini berfungsi untuk menyampaikan komunikasi dan informasi yang akurat kepada masyarakat dan pihak berwenang, sehingga langkah-langkah pencegahan dapat segera diambil sebelum dampaknya semakin meluas. (*)