Mendalami Akar Masalah: Pedagang dan Pembeli sebagai Subjek, Bukan Objek Pembangunan.
Kritik utama terhadap pendekatan pemerintah selama ini adalah kecenderungan melihat pasar hanya sebagai objek fisik yang perlu dipercantik. Padahal, ruh pasar ada pada interaksi pedagang dan pembeli.
Jika ingin memperbaiki pasar, maka pendalaman permasalahan yang sebenarnya, yang berpusat pada kedua aktor utama ini, adalah langkah yang tidak bisa ditawar.
Dari Sisi Pedagang: Apa saja permasalahan riil yang dihadapi pedagang Pasar Bawah saat ini? Apakah itu soal modal usaha yang terbatas? Akses pembiayaan yang sulit? Persaingan dengan ritel modern atau perdagangan online? Masalah distribusi barang dan rantai pasok? Pungutan liar yang memberatkan? Atau kondisi lapak yang memang sudah tidak layak dan mengganggu kenyamanan berjualan?
Pemerintah perlu melakukan survei komprehensif, dialog intensif, dan observasi partisipatif untuk memetakan masalah ini. Jangan hanya mengandalkan asumsi atau data di atas kertas. Dengarkan keluhan mereka, pahami kebutuhan mereka, dan libatkan mereka dalam setiap tahap perencanaan revitalisasi.
Pedagang adalah pihak yang paling tahu seluk-beluk pasar. Mengabaikan suara mereka adalah kesombongan yang akan berbuah kegagalan. Misalnya, jika masalah utama adalah modal, maka revitalisasi fisik tanpa skema bantuan permodalan atau kemudahan akses kredit usaha rakyat (KUR) tidak akan banyak membantu.
Jika masalahnya adalah persaingan, maka revitalisasi harus dibarengi dengan strategi diferensiasi produk atau peningkatan kualitas layanan agar pasar tradisional tetap memiliki daya tarik.
Dari Sisi Pembeli: Apa yang membuat pembeli datang atau enggan datang ke Pasar Bawah? Apakah soal harga? Kelengkapan barang? Kebersihan dan kenyamanan? Kemudahan akses dan parkir? Keamanan? Atau pengalaman berbelanja secara keseluruhan?
Survei kepada konsumen dan calon konsumen juga krusial. Mungkin saja, pembeli lebih menginginkan pasar yang bersih, tidak becek, dengan sirkulasi udara yang baik, dan penataan barang yang memudahkan pencarian, ketimbang bangunan megah bertingkat yang justru membingungkan.
Mungkin juga, aspek keamanan dari copet atau premanisme menjadi perhatian utama. Dengan memahami perspektif pembeli, revitalisasi dapat diarahkan untuk menciptakan pengalaman berbelanja yang positif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kunjungan dan volume transaksi. Pasar yang ramai adalah pasar yang hidup, dan itu hanya bisa dicapai jika kebutuhan pembeli terpenuhi.
Memperbaiki bangunan tanpa memperbaiki “manusianya” dan interaksinya adalah kesia-siaan. Fokus pada pedagang dan pembeli akan memastikan bahwa revitalisasi benar-benar menjawab kebutuhan, bukan sekadar ambisi proyek.