Oleh: Prof. Elfindri (Ekonom Unand)
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa sepertinya melihat stagnasi dalam perekonomian terutama disebabkan karena dana yang tersedia di Bank Indonesia tidak tersalurkan, sesuai dengan seharusnya, agar ekonomi bergerak. Dana yang dimiliki pemda juga banyak yang tersimpan, tidak digunakan, kecuali diparkir pasif di perbankan. Sepertinya, beliau terinspirasi dari ekonom makro, Irving Fisher, bahwa velocity of money berperan dalam menggerakkan ekonomi.
Menarik uang sebesar Rp200 triliun dan meminta agar dikelola oleh bank BUMN merupakan langkah yang beliau percayai perlu dilakukan. Instrumen demikian mengarah pada pergerakan investasi domestik (ID) untuk sektor riil, melalui semakin besarnya dorongan agar kredit yang sama tidak mengendap, namun tersirkulasi, apalagi menyentuh sektor UMKM.
Pada sisi investasi, sepertinya peranan yang belum dimainkan adalah bagaimana investasi masuk (bukan ke luar) dari luar negeri. Ini tugas banyak pihak, selain dari atase ekonomi di luar negeri gigih menjalin kerja sama, dan melakukan folow-up. Bisa juga melalui aktivitas untuk mendukung realisasi investasi asing, lewat perbaikan manajemen pemerintahan, memperpendek masa operan bola departemen dan instansi untuk perizinan, termasuk meniadakan bribes untuk setiap pelayanan dan perizinan, yang selama ini termasuk akut di Indonesia.
Capital outflow hanya bisa tertahan ketika kepercayaan investor kembali normal, baik yang terlihat dari pergerakan Indeks Saham Gabungan (ISG) maupun daya tarik bisnis di luar negeri yang dekat dengan pasar.
Jadi, Menteri Purbaya membenahi itu, termasuk menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan kedisiplinan petugas pajak, melalui pemecatan 34 petugas pajak yang terlibat korupsi di awal bulan Oktober 2025 ini.
Ekonom Fery Latuhihin melihat bahwa penarikan dana dari BI sebesar Rp200 triliun itu akan menyebabkan terjadinya jumlah kredit yang berlebihan yang beliau istilahkan dengan dilema credit crunch, ditandai dengan kelebihan uang di perbankan sementara masyarakat tidak memanfaatkan gara gara suku bunga serta cost of money yang berasal dari luar interest rate.