Sebagai ibu kota Provinsi Riau sekaligus pusat kegiatan ekonomi yang terus berkembang, Kota Pekanbaru dihadapkan pada tantangan klasik urbanisasi: meningkatnya jumlah kendaraan pribadi, kemacetan lalu lintas, dan memburuknya kualitas udara. Di tengah dinamika tersebut, keberadaan sistem angkutan umum massal, khususnya Bus Rapid Transit (BRT) Trans Metro Pekanbaru (TMP), menjadi kunci utama dalam menjaga mobilitas perkotaan yang efisien, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Transportasi publik sejatinya bukan sekadar sarana perpindahan, tetapi instrumen penting untuk memastikan akses yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Namun, setelah lebih dari satu dekade beroperasi, TMP dinilai belum mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagaimana diharapkan. Kondisi ini membuat sebagian besar masyarakat enggan beralih dari kendaraan pribadi, sehingga memperparah kemacetan di jalanan kota.
Tulisan ini berupaya menelaah secara kritis kondisi aktual TMP, menyingkap akar permasalahan yang menyebabkan layanan tidak optimal, serta menawarkan rekomendasi solusi yang komprehensif agar sistem transportasi publik Pekanbaru dapat bertransformasi menjadi lebih baik.
Kondisi Aktual dan Kesenjangan dengan Layanan Ideal
Hingga kini, Trans Metro Pekanbaru baru mengoperasikan delapan koridor aktif dari total 15 rute yang direncanakan. Dari sekitar 90 unit bus yang dimiliki Pemerintah Kota, hanya 23 hingga 40 unit yang benar-benar beroperasi di lapangan. Ketimpangan jumlah armada aktif ini menjadi cerminan lemahnya tata kelola dan pemeliharaan.
Masalah tidak hanya terletak pada jumlah, tetapi juga pada kualitas layanan. Banyak halte bus berada dalam kondisi rusak, tanpa atap, kaca pecah, dan penuh coretan. Armada bus pun tak luput dari keluhan penumpang mulai dari pendingin udara yang tidak berfungsi hingga kebersihan interior yang buruk. Tak jarang, operasional TMP sempat terhenti selama beberapa hari akibat keterlambatan pasokan bahan bakar minyak (BBM), imbas dari tunggakan pembayaran kepada SPBU. Kondisi ini tidak hanya mengganggu pelayanan, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap transportasi publik.
Idealnya, sebuah sistem angkutan umum di kota besar seperti Pekanbaru harus memenuhi empat prinsip utama: ketersediaan, keterjangkauan, kenyamanan, dan keterandalan. Dalam situasi ideal, TMP seharusnya mampu mengoperasikan seluruh armada pada semua rute dengan waktu tunggu maksimal 10 hingga 15 menit di jam sibuk. Halte-halte seharusnya terawat, aman, dan dilengkapi informasi waktu kedatangan bus secara real-time. Operasional pun harus stabil tanpa gangguan teknis maupun finansial. Dengan sistem seperti itu, angkutan umum akan menjadi pilihan utama warga, bukan alternatif terakhir.
Akar Permasalahan
Kesenjangan antara kondisi TMP saat ini dan layanan ideal disebabkan oleh tiga faktor utama: lemahnya manajemen operasional, ketidakstabilan pendanaan, dan kegagalan integrasi layanan.
Masalah pertama terletak pada manajemen armada yang tidak efisien. Banyak bus yang tidak beroperasi akibat kerusakan, sementara pemeliharaan dan pengawasan kualitas layanan minim. Kondisi halte yang rusak dan kebersihan bus yang buruk memperlihatkan lemahnya komitmen terhadap standar pelayanan.
Faktor kedua berkaitan dengan pendanaan. Operasional TMP kerap terganggu akibat keterlambatan pencairan subsidi Public Service Obligation (PSO). Meski telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2024 yang mengamanatkan alokasi maksimal 5 persen dari APBD untuk angkutan umum, implementasinya belum berjalan optimal. Keterlambatan pembayaran kepada operator menimbulkan tunggakan hingga ratusan juta rupiah, memicu gangguan pasokan BBM dan operasional harian.
Sementara itu, kegagalan integrasi juga menjadi penyebab menurunnya minat pengguna. Banyak rute nonaktif karena tidak sesuai dengan kebutuhan mobilitas masyarakat. Kurangnya koordinasi antara rute TMP dan moda transportasi lain menyebabkan warga lebih memilih kendaraan pribadi. Layanan yang tidak konsisten menciptakan lingkaran masalah: penumpang berkurang, pemasukan menurun, dan dukungan pemerintah melemah.
Solusi yang Terintegrasi
Untuk keluar dari krisis ini, Pemerintah Kota Pekanbaru perlu melakukan reformasi menyeluruh terhadap sistem transportasi publiknya. Solusi yang ditawarkan harus bersifat terpadu, menyentuh aspek tata kelola, pendanaan, serta pemanfaatan teknologi.
Langkah pertama adalah revitalisasi sistem layanan berbasis feeder dan penyesuaian ukuran armada (right-sizing). Pemkot perlu melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh unit bus. Armada yang masih layak diperbaharui, sedangkan yang tidak layak segera dilelang atau dialihfungsikan. TMP dapat difokuskan pada koridor utama dengan bus ukuran besar, sementara wilayah perumahan dilayani armada kecil atau angkot yang terintegrasi sebagai feeder.
Tujuh koridor nonaktif perlu dihidupkan kembali dengan pendekatan berbeda. Jika rute tersebut sebelumnya sepi penumpang, maka bisa dialihkan menjadi rute pengumpan yang menghubungkan kawasan permukiman dengan halte utama. Dengan begitu, layanan akan lebih efisien, jangkauan bertambah luas, dan mobilitas warga lebih terlayani.
Selain itu, Pemerintah Kota harus memastikan pendanaan yang stabil melalui pembentukan Rekening Dana Abadi Transportasi atau escrow account khusus. Dana ini dipisahkan dari APBD rutin dan digunakan untuk menjamin kelangsungan subsidi PSO, pembayaran BBM, serta pemeliharaan rutin. Dengan mekanisme ini, operator TMP tidak perlu khawatir lagi terhadap keterlambatan pencairan dana.
Di sisi lain, peran teknologi juga perlu diperkuat. Aplikasi digital yang menampilkan posisi bus secara real-time harus dioptimalkan, serta diintegrasikan dengan moda transportasi lain seperti ojek daring atau angkutan feeder. Pengguna perlu diberikan kemudahan untuk merencanakan perjalanan dari pintu ke pintu, termasuk informasi tarif dan jadwal. Halte-halte juga bisa diperbaharui dengan teknologi ramah lingkungan, seperti penerangan tenaga surya, CCTV, serta papan informasi digital.
Dampak dan Efektivitas Solusi
Pendekatan ini diyakini mampu mengatasi tiga persoalan utama TMP secara bersamaan. Pertama, dengan adanya Rekening Dana Abadi Transportasi, gangguan operasional akibat keterlambatan dana dapat diakhiri. Pembayaran yang terjamin akan meningkatkan keandalan layanan dan memulihkan kepercayaan publik.
Kedua, penerapan sistem feeder dan analisis ulang rute nonaktif akan memperluas jangkauan dan meningkatkan keterjangkauan layanan. Bus besar tetap beroperasi di jalur utama, sementara armada kecil melayani wilayah permukiman. Pola ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga menarik kembali pengguna yang sebelumnya enggan menggunakan bus.
Ketiga, peningkatan fasilitas halte dan penerapan teknologi digital akan menciptakan pengalaman perjalanan yang lebih nyaman dan aman. Ketika masyarakat mendapatkan kepastian waktu dan kualitas layanan yang baik, keinginan untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik akan tumbuh secara alami.
Trans Metro Pekanbaru kini berada di persimpangan penting antara menjadi solusi masa depan atau terus terjebak dalam masalah klasik perkotaan. Pemerintah Kota bersama UPT Trans Pekanbaru harus berani mengambil langkah strategis dan berorientasi jangka panjang.
Langkah prioritas yang perlu segera diambil adalah memastikan keberlanjutan pendanaan melalui Rekening Dana Abadi Transportasi, serta merancang ulang sistem rute dengan pendekatan hub and spoke yang mengintegrasikan armada feeder berbasis teknologi.
Dengan komitmen kuat terhadap pendanaan yang transparan, manajemen yang profesional, serta penerapan inovasi digital, Pekanbaru berpeluang besar untuk memiliki sistem transportasi publik yang efisien, berkeadilan, dan berkelanjutan—sebuah simbol kemajuan kota yang benar-benar berpihak pada warganya.
Oleh: Muhammad Nashwan Ghifari, Fakultas Teknik Universitas Andalas