Rumah Sakit merupakan salah satu organisasi nirlaba yang sekarang lebih popular dengan sebutan Entitas Berorientasi Non Laba (EBNL).
Institusi nirlaba adalah institusi yang tujuan beroperasinya bukan untuk mencari keuntungan semata, khusus untuk rumah sakit diatur dalam UU RI No 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kinerja rumah sakit, maka rumah sakit wajib melaporkan kinerjanya kepada pihak yang berkepentingan. Kinerja keuangan akan dilaporkan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan Keuangan rumah sakit disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Untuk rumah sakit pemerintah BLU/BLUD, Laporan Keuangannya disusun dengan menggunakan SAK dan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
Pada awalnya pelaporan keuangan EBNL diatur dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 45, namun karena adanya proses konvergensi SAK ke IFRS (International Financial Reporting Standard) menyebabkan PSAK 45 harus dicabut. PSAK 45 yang berbasis IFRS menganut prinsip “transaction base” bukan “entity based. Seluruh SAK yang mengatur entitas dicabut karena sudah diatur pada SAK induk yaitu SAK, SAK ETAP, atau SAK EMKM. Pencabutan PSAK 45 dan pergantiannya menjadi Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 35 tentang penyajian laporan keuangan entitas berorientasi non laba.
ISAK 35 mulai berlaku pada 1 Januari 2020, ini berarti per 31 Desember 2022, ISAK 35 sudah berjalan selama 3 tahun pelaporan. Berdasarkan ISAK 35 Laporan Keuangan terdiri dari Laporan Posisi Keuangan Laporan Penghasilan Komprehensif, Laporan Perubahan Aset Neto, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Isu penting terkait penyajian informasi keuangan adalah, adanya klasifikasi Aset Neto yaitu (1) Tanpa Pembatasan dari Pemberi Sumber Daya, dan (2) Dengan Pembatasan dari Pemberi Sumber Daya. Klasifikasi ini dengan sendirinya berpengaruh pada penyajian Laporan Posisi Keuangan, Laporan Penghasilan Komprehensif serta Laporan Perubahan Aset Neto. Pendapatan diklasifikasikan ke dalam dua bentuk, yaitu tanpa pembatasan dari pemberi sumber daya dan dengan pembatasan dari pemberi sumber daya. Pendapatan menjadi penambah aset neto tanpa pembatasan, kecuali jika penggunaannya dibatasi oleh pemberi sumber daya. Terdapat beberapa model penyajian yang memudahkan pengguna informasi keuangan untuk menginterpretasikan kinerja keuangan EBNL.
Teori Institusional bentuk Isomorfisme Koersif menyatakan bahwa institusi akan mengambil keputusan berdasarkan pengaruh eksternalnya. Suatu institusi akan melakukan berbagai upaya untuk menyesuaikan diri dari tekanan eksternal. Sebagai organisasi non laba, rumah sakit memiliki tanggung jawab sosial kepada berbagai pihak. Sumber daya yang digunakan harus dipertanggungjawabkan. Salah satu bentuk pertanggungjawaban tersebut adalah melaporkan kinerja keuangan secara transparan. Agar dapat dibandingkan, maka format penyajian laporan keuangan harus mengikuti standar akuntansi yang berlaku. Sebagai organisasi non laba, penyajian laporan keuangan diatur dalam ISAK 35.
Dengan menggunakan Teori Institusional bentuk (a) isomorfisme koersif, (b) isomorfisme mimetik dan (c) isomorfisme normative, maka penulis telah melakukan penelitian terkait penyajian informasi keuangan pada rumah sakit di Sumatera Barat untuk pembukuan 2021 dan 2022 dan ditemukan hasil bahwa hanya 2 rumah sakit dari 22 rumah sakit yang diteliti yang telah patuh atau taat kepada aturan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Berdasarkan klasifikasi tipe rumah sakit yang diteliti, terdiri dari 1 rumah sakit tipe A, 3 rumah sakit tipe B, 15 rumah sakit tipe C, dan 3 rumah sakit tipe D. Sedangkan berdasarkan kepemilikannya rumah sakit tersebut terdiri dari (a) 5 Rumah Sakit Pemerintah BLU/BLUD, (b) 1 Rumah Sakit Pemerintah PTNBH, dan (c) 16 Rumah Sakit Swasta. Pada rumah sakit pemerintah, terbukti berlakunya Teori Isomorfisme Koersif dikarenakan kewajiban untuk mentaati PMK No 217/Pmk.05/2015 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP ) Berbasis Akrual Nomor 13 Tentang Penyajian Laporan Keuangan Badan Layanan Umum, meskipun sesungguhnya untuk penyajian keuangan EBNL seperti rumah sakit dapat juga mengikuti ISAK 35. Pada rumah sakit PTNBH, pengimplementasian ISAK 35 sepenuhnya berasal dari Isomorfisme Normatif yang mengatakan bahwa suatu institusi akan mencapai tujuannya dikarenakan adanya tekanan internal, yakni komitmen manajemen untuk mencapai tujuan institusi tersebut secara maksimal. Berdasarkan penelitian, pada rumah sakit swasta, yang sebahagian besar tidak menerapkan ISAK 35 lebih disebabkan karena kurangnya pemahaman staf akuntansi tentang ISAK 35. Kurangnya pemahaman disebabkan level pendidikan dan pengalaman di bidang akuntansi. Di samping itu, disarankan agar asosiasi profesi akuntansi untuk lebih giat mensosialisasikan ISAK 35 ke ENBL agar informasi keuangan rumah sakit yang disajikan lebih berdaya uji dan dapat lebih bermakna bagi pemangku kepentingan. (*)