Rahmat Gino menjelaskan lagi, 45 objek itu dikelompokkan lagi ke dalam enam komponen fasilitas pendukung. Pertama adalah lubang dan jalur tambang batu bara, kedua adalah sekolah tambang yang kini Balai Diklat Tambang Bawah Tanah (BDTBT), ketiga yaitu tempat pengelohan batu bara Saringan, keempat adalah jalur transportasi kereta Ombilin yang membentang dari Stasiun Kereta Api, PLTU (Masjid Agung), Lubang Kalam hingga Stasiun Muaro Kalaban. Lalu yang kelima adalah Kota Lama (pusat Kota Sawahlunto) dan terakhir, yaitu PLTU Salah Sejalan Pompa Air Rantih.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Kebudayaan, Permuseuman dan Peninggalan Bersejarah Kota Sawahlunto, Adrial mengakui belum ada badan pengelola warisan dunia ini.
“Pemko Sawahlunto sudah maksimal untuk mendorong adanya badan pengelola, tetapi belum ada respon dan solusi dari pemerintah pusat atau dalam hal ini kementerian terkait,” katanya kemarin.
Namun begitu, jelasnya lagi, kunjungan wisatawan ke objek warisan dunia sudah ada, namun baru sebatas kunjungan ke objek populer, seperti Museum Gudang Ransoem, Museum Kereta Api, dan Lubang Tambang Mbah Soero.
Menurut data, Tahun 2021 kunjungan ke Museum Gudang Ransum mencapai 3.809, Lubang Tambang Mbah Suro 2.472 kunjungan dan Museum Kereta Api 2.208 kunjungan.
Kepala Dinas Kebudayaan, Permuseuman dan Peninggalan Bersejarah Kota Sawahlunto, Hilmed mengatakan, Pemerintah Kota Sawahlunto berkomitmen memajukan warisan dunia tersebut. Namun tentu pihaknya tidak bisa berjalan sendiri. Butuh dukungan semua pihak.