Dugaan Korupsi Pembebasan Lahan TPU Kota Solok! PH Tersangka Sebut Penyidik Polres Solok Kota Lakukan Kriminalisasi Hukum

HARIANHALUAN.id – Polemik pengadaan tanah Tempat Pemakaman Umum (TPU) oleh Pemerintah Kota Solok terus menggelinding. Proyek pengadaan tanah yang menyedot APBD Kota Solok tahun 2017 tersebut berujung kepada masalah hukum.

Penetapan mantan Kepala dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Solok “SA”sebagai tersangka tunggal dalam kasus inipun dinilai sebagai bentuk kriminalisasi dan pemaksaan kasus.

“Polisi kami nilai terlalu memaksakan kasus ini agar tetap dinaikkan. Ini adalah kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum penyidik kepada klien kami,” kata kuasa hukum SA melalui kantor hukum Zulkifli, SH,MH di Kota Solok, Jum’at (23/9).

Zulkifli membentangkan, kasus pengadaan tanah Tempat Pemakaman Umum (TPU) bagi warga Kota Solok yang berlokasi di kawasan Jalan Lingkar Utara kelurahan Kampung Jawa ini dilakukan melalui APBD Kota Solok tahun 2017. Pada awalnya Pemko Solok berniat menyediakan fasilitas TPU bagi warga Kota Solok yang tidak memiliki pandam pekuburan.

Pemko melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan kemudian mencari lokasi yang cocok untuk fasilitas tersebut. Setelah dilakukan survey pada beberapa lokasi, kemudian ditetapkanlah lokasi milik Sutan Zaidir sebagai rencana lokasi TPU. Keputusan tersebut juga telah melalui hasil pengkajian oleh kelompok kerja (pokja) dan tim appraisal.

Pemko melalui DLHK dan pemilik tanah Sutan Zaidir pun kemudian menyepakati untuk pembelian tanah seluas 9.000 meter dengan nilai pembelian Rp2,1 milyar yang dibayarkan melalui DPA DLHK Kota Solok tahun 2017. “Penetapan harga tersebut juga sudah melalui kajian dan keputusan Pokja dan tim Appraisal,” jelasnya.

Namun karena keterbatasan anggaran yang tersedia, pembelian ini hanya bisa dibayarkan sebesar Rp920 juta pada 19 Desember 2017. Dengan dana sebesar itu, pemilik tanah hanya melepaskan lahannya seluas 4.000 meter, dan hanya akan menyerahkan sertifikat tanah tersebut, jika Pemko sudah membayar tanah tersebut secara keseluruhan (9.000 meter). Pemko pun kemudian berjanji akan menganggarkan kembali dana pembelian tanah TPU tersebut pada APBD tahun berikutnya.

“Pembayaran dana pembelian tanah tersebut dilakukan secara non tunai langsung ke rekening pemilik tanah sesuai dengan ketentuan pembayaran sebagai mana mestinya,” ujar Zulkifli.

Namun pada tahun 2018, “SA”pensiun sebagai ASN, dan jabatan kadis Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Solok pun berganti. Sementara rencana penambahan pembelian lahan sesuai kesepakatan awal tidak dilanjutkan kadis LHK berikutnya.

Pada tahun 2019, rencana penambahan biaya pembelian tanah tersebut juga urung dilaksanakan karena mayoritas kegiatan APBD Kota Solok dan DLHK terkena refocusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19. Pada tahun 2020, lahan tersebut sudah tercatat sebagai asset daerah dan dibangun gapura didepan gerbang masuk ke lokasi tersebut bahkan sudah dimanfaatkan sebagai kuburan warga.

“Hingga kini sudah ada sekitar 30 lebih kuburan warga yang ada di lokasi tersebut,” katanya.

Ia menambahkan, karena persoalan keterbatasan anggaran tersebut, akhirnya dibuat kesepakatan ulang antara Pemko dengan pemilik lahan untuk melakukan pemecahan sertifikat untuk lahan seluas 4.000 meter tersebut. Namun sertifikat tersebut sudah disita oleh penyidik Polres Solok Kota sebagai barang bukti, karena dinilai adanya indikasi tindak pidana korupsi.

“Makanya kami menilai Kasus ini seolah-olah dipaksakan dan direkayasa. Padahal hanya masalah keterlambatan administrasi saja dan tidak ada pihak yang dirugikan,” ujarnya.

Ia menilai, terkait hasil pemeriksaan, tidak mungkin tersangka menghafal dan menjelaskan secara detil Undang-undang, pasal dan ayat yang disangkakan kepada tersangka dan semuanya sudah disiapkan penyidik dan kliennya hanya mengiyakan saja ketika ditanya penyidik.

Atas alasan itu, sebagai warga negara, PT haknya akan menggunakan seluruh saluran hukum yang ada untuk membantah tuduhan yang disangkakan tersebut.

“Kami juga sudah menyurati Kapolri dan Irwasum Polri agar kasus ini menjadi atensinya dan dihentikan. Kita tidak ingin slogan Presisi yang digadang-gadang selama ini justru dirusak oleh oknum aparat di bawahnya,” ucapnya.

Pihaknya juga akan melakukan praperadilan, namun hingga kini pihaknya belum mendapatkan surat penetapan tersangka terhadap klien nya, padahal kasus ini sudah dilimpahkan kepada kejaksaan negeri Solok.

“Klien kami belum mendapatkan haknya, yaitu surat penetapan sebagai tersangka itu, padahal kasusnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Sementara surat itu menjadi penting bagi kami sebagai salah satu syarat mengajukan praperadilan,” ucap Zulkifli.

Kapolres Bantah Lakukan Rekayasa Kasus

Menjawab hal itu, Kapolres Solok Kota AKBP. Ahmad Fadilan,S.Si,M.Si yang dihubungi terpisah, membantah pihaknya telah melakukan rekayasa kasus. Menurutnya, penyidik sudah bekerja profesional dalam mengungkap kasus ini. Bahkan kata Kapolres, kasus ini sudah dilakukan gelar perkara di Polda Sumbar sebanyak empat kali.

“Penyidik sudah bekerja profesional, saya juga menilai kasus ini layak untuk dinaikkan. Karena sudah empat kali digelar di Polda Sumbar. Tiga kali digelar oleh Kapolres sebelum saya, dan satu kali pada masa saya,” ujarnya.

Ia mengatakan, jika memang adanya penilaian seperti itu (rekayasa), menurutnya hal yang biasa saja. Namun kata dia, untuk menguji profesionalitas penyidik Polri bisa dilihat dari hasil penyidikan jaksa dan penilaian hakim di pengadilan.

“Jadi silahkan saja uji hasilnya di kejaksaan dan di pengadilan nantinya,” kata Kapolres AKBP. Ahmad Fadilan menegaskan.

Reporter: WANDI MALIN

Exit mobile version