AGAM, HARIANHALUAN.ID— Di tengah hamparan sawah yang menghijau, di bawah langit yang bersahabat dan angin yang membelai pelan, sebuah langkah besar untuk ketahanan pangan dan harkat petani ditabuh.
Pemerintah Kabupaten Agam, Jumat pagi (25/4), resmi meluncurkan Program Sawah Pokok Murah (SPM), sebuah ikhtiar luhur demi terjaminnya pangan rakyat dan meningkatnya kesejahteraan petani.
Peluncuran itu berlangsung di lahan persawahan milik Kelompok Tani Kulik Manih, Jorong Gantiang, Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tilatang Kamang.
Hari itu bukan sekadar seremoni. Ia adalah pernyataan:m, bahwa sawah dan petani bukan hanya kenangan masa silam, tetapi pondasi masa depan.
Acara yang digelar dengan khidmat namun penuh suka cita ini, dihadiri oleh Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah, jajaran OPD provinsi, perwakilan kementerian, Forkopimda Agam, para camat, wali nagari, hingga tokoh masyarakat.
Dari 15 kecamatan lainnya, ribuan pasang mata ikut menyimak melalui siaran daring—karena apa yang terjadi di Gantiang hari itu bukan hanya milik satu nagari, melainkan milik seluruh Agam.
“SPM adalah jawaban,” ujar Bupati Agam Benni Warlis, lantang namun teduh.
“Jawaban atas keresahan petani tentang harga pupuk, alat berat, hingga pasokan pasar. Kita hadirkan ini sebagai wujud kasih pemerintah kepada mereka yang menanam pagi demi pangan negeri,” sambungnya
Menurut Bupati, SPM bukan hanya strategi pertanian. Ia adalah denyut kebijakan yang berdetak dari amanat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, tertuang dalam regulasi Permendes PDT Nomor 2 Tahun 2024, dan diejawantahkan melalui Dana Desa yang cair lebih cepat dari kabupaten lain di Sumatera Barat.
Atas capaian itu, Kepala KPPN Bukittinggi Khairil Indra memberikan penghargaan kepada Pemkab Agam sebagai Daerah Tercepat dalam Penyaluran Dana Desa Tahun 2024.
Sebuah penghormatan yang diterima langsung oleh sang Bupati, sekaligus bukti bahwa birokrasi pun bisa berlari demi petani.
Gubernur Mahyeldi dalam arahannya meminta agar Dinas Pertanian provinsi dan kabupaten memberi perhatian khusus pada nagari-nagari pelaksana SPM.
Optimasi lahan, rehabilitasi irigasi, dan pendampingan teknis menjadi penting agar program ini tak hanya hidup di atas kertas, tapi tumbuh di tanah dan panen di lumbung.
Sementara itu, Ir. Djoni dari Yayasan Dangau Inspirasi Riset dan Pengembangan Pedesaan, yang menjadi penggagas program, menegaskan bahwa SPM disusun tidak untuk menyulitkan, tapi untuk dijalankan.
“Petani tidak boleh terus menerus menjadi pihak yang terikat pada tengkulak dan alat-alat mahal. Kita bimbing mereka agar menjadi pelaku agribisnis yang bebas dan berdaya,” tegasnya.
Momentum bersejarah itu ditandai dengan penanaman benih padi secara serentak—sebuah ritual sederhana namun penuh makna.
Tangan Gubernur Mahyeldi, Bupati Benni Warlis, Wakil Ketua DPRD Agam Aderia, dan para pejabat lain menyentuh tanah bersama, menanam harapan dan doa.
Padi itu kelak akan tumbuh, bukan hanya sebagai sumber pangan, tapi sebagai simbol komitmen dan keberpihakan.
Dan di antara tanah basah, para petani berdiri bersisian. Wajah mereka tenang, namun matanya berbinar. Barangkali karena mereka tahu: program ini bukan sekadar angka di anggaran atau slogan di baliho. Ini tentang kehidupan mereka.
Tentang hari esok yang mungkin lebih murah, lebih makmur, dan lebih manusiawi.
Sawah Pokok Murah bukanlah sekadar kebijakan. Ia adalah buah pikir dan rasa dari banyak pihak, pemerintah, akademisi, lembaga swadaya, dan tentu saja—para petani.
Dalam satu irama, mereka menenun kembali harapan, bahwa tanah yang digarap dengan cinta, akan membalas dengan panen yang berkah.
Dan Agam, dengan segala kerendahan hatinya, telah memulai langkah itu terlebih dahulu. Langkah kecil dari Jorong Gantiang, menuju ketahanan pangan yang tak lagi hanya wacana.
Karena di balik sebutir beras, tersembunyi kerja keras, cinta tanah, dan tekad untuk berdiri di atas kaki sendiri. (*)