PADANG, HARIANHALUAN.ID — Target nasional Zero Over Dimension dan Over Load (ODOL) pada 2026 tampaknya masih sulit tercapai, khususnya di Sumatera Barat (Sumbar). Sejumlah hambatan masih membayangi upaya pemberantasan truk ODOL, mulai dari keterbatasan operasional jembatan timbang, belum adanya kesepakatan nasional soal penindakan, hingga lemahnya komitmen lintas sektor.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Sumbar, Dedy Diantolani, mengungkapkan bahwa pihaknya sebenarnya telah mempersiapkan sejumlah langkah untuk menindak truk ODOL dalam Operasi Patuh Singgalang 2025 yang berlangsung pada 14–27 Juli lalu.
“Pada akhir Juni kami sudah lakukan rapat persiapan bersama Ditlantas Polda Sumbar dan pemangku kebijakan lainnya. Teknis pelaksanaan sudah kami matangkan. Kami juga sudah melakukan sosialisasi ke perusahaan dan pengemudi truk, termasuk memberi tanda khusus pada truk ODOL,” ujarnya kepada Haluan, Senin (4/8/2025).
Namun, rencana penindakan itu urung dilaksanakan karena adanya unjuk rasa besar-besaran dari pengemudi truk ODOL di Pulau Jawa. Akibatnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memutuskan menunda rencana penindakan tersebut secara nasional.
“Setelah demo itu, Kemenhub memutuskan menunda penindakan. Kami di daerah tidak bisa bertindak sepihak. Penindakan harus dilakukan serentak dan lintas sektor, karena sebagian besar truk ODOL yang melintas adalah angkutan antarprovinsi,” kata Dedy.
Sebagai contoh, ia menyebutkan truk ODOL yang membawa batu bara dari Muaro Bungo, Jambi, dan melintasi wilayah Sumbar. Penindakan oleh pemerintah daerah dinilai sulit jika tidak dibarengi dengan kebijakan nasional.
Masalah serupa juga dihadapi di Payakumbuh, di mana truk-truk tambang kerap merusak infrastruktur jalan. Para pengusaha tambang mengklaim muatan mereka digunakan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN), seperti pembangunan jalan tol Padang–Pekanbaru.
“Mereka sempat janji memperbaiki jalan yang rusak, tapi itu cuma berlangsung sebentar. Lagi-lagi, ini membuktikan bahwa penindakan ODOL harus dilakukan secara nasional,” ucapnya.
Lebih lanjut, Dedy juga menyoroti lemahnya pengawasan di jembatan timbang. Ia menilai kinerja jembatan timbang tidak maksimal, karena hanya beroperasi selama empat jam per hari.