Selain berdakwah keliling Indonesia, Syekh Ahmad sempat tampil di acara “Damai Indonesia” TV-One dan mengisi acara “Lentera Hati” di TVRI.
Cinta Al-Qur’an
Pada berbagai kesempatan dakwahnya, Syekh Ahmad sering berbagi cerita tentang kecamuk perang di Gaza, Palestina, dan kecintaan penduduknya menghafal Al-Qur’an.
“Bom berjatuhan di gedung-gedung, di masjid, di rumah sakit dan di permukiman warga. Banyak keluarga yang syahid. Baru-baru ini, adik saya yang jadi korban,” ujar Ahmad, mengenang.
Lahir di tanah Gaza, Palestina, membuat diri Syekh Ahmad merasakan langsung apa yang sering diberitakan di media lokal maupun media internasional. Serangan tentara Israel, blokade dan hujan bom yang hampir setiap hari terdengar tidak jauh dari rumahnya. Namun semua itu tidak menghentikan dirinya dan kawan-kawan Gaza lainnya untuk menghafal Al-Qur’an.
Syekh Ahmad kecil melakukan perjalanan jauh hingga lima kilometer untuk sekedar datang ke rumah guru mengaji dan belajar Al-Qur’an. Akses listrik di kampungnya kala itu hanya diberikan empat jam di malam hari setiap harinya. Waktu tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menguatkan hafalan Al-Qur’an.
Belum lagi perjuangan jihad yang dilakukan oleh guru dan teman-teman Syekh Ahmad kecil, dimana ini mengakibatkan wafatnya mereka. Bisa dalam satu waktu, anak-anak di sana akan belajar dengan guru mengaji lain kalau sang guru sebelumnya telah wafat. Syekh Ahmad sendiri menyampaikan tujuh temannya telah wafat akibat situasi tersebut.
Melihat pesantren sebagai tempat belajar dan mendalami Al-Qur’an di Indonesia membuat Syekh Ahmad kagum. Di Indonesia tidak ada peperangan. Hidup aman dan tentram. Listrik dan air mengalir 24 jam.
“Kepada saudara-saudara saya di Indonesia, saya selalu berpesan, bersyukurlah. Jangan sia-siakan kenikmatan ini. Datanglah ke masjid, belajarlah Al-Qur’an. Khusus untuk laki-laki dewasa, tunaikan salat berjamaah di masjid. Insyaallah, hidup berkah,” ujarnya.
Dalam kondisi perang yang panjang, kondisi kehidupan yang sangat sulit, serta kematian demi kematian yang silih berganti, maka Al-Qur’an merupakan sumber kekuatan bagi masyarakat muslim Palestina.