Ia menegaskan bahwa orang tua harus lebih peka terhadap aktivitas anak mereka, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Banyak aksi tawuran yang terjadi bukanlah insiden spontan, melainkan sudah direncanakan melalui platform seperti Instagram, TikTok, dan Facebook. Bahkan, provokasi sering muncul melalui permainan daring yang mereka mainkan.
“Orang tua perlu memantau anak mereka, terutama di media sosial. Tawuran tidak terjadi begitu saja. Mereka sering kali saling menantang dan menghina di dunia maya sebelum akhirnya bertemu di dunia nyata untuk bertikai,” ucap Erianjoni.
Selain itu, menurut Erianjoni, para pelaku tawuran saat ini tidak hanya kebal terhadap aturan dan teguran, tetapi juga tidak memedulikan waktu. Bahkan di bulan Ramadan, aksi tawuran tetap terjadi. Pada malam Idulfitri pun, mereka tidak segan untuk bentrok di jalanan.
“Jika hanya mengandalkan imbauan dari wali kota, hal ini tidak akan selesai. Kita harus melihat akar masalahnya. Keluarga dan masyarakat harus ikut serta dalam mengawasi serta membimbing anak-anak mereka agar tidak terjerumus dalam aksi kekerasan,” tuturnya.
Ia menekankan bahwa perbaikan moral remaja tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah atau aparat keamanan. Seluruh elemen masyarakat, terutama keluarga, harus turut serta dalam mendukung berbagai program pembinaan dan pengawasan agar kenakalan remaja dapat ditekan secara bertahap. (*)