Makanya, kata Sri melanjutkan, penetapan Pabrik Indarung I dan PLTA Rasak Bungo sebagai Cagar Budaya Kota harus segera dilakukan secepat mungkin, sehingga TACB Provinsi Sumbar bisa melakukan pemeringkatan untuk diusulkan ke nasional. Dan setelahnya, baru lanjut ke warisan dunia dari UNESCO.
“Memang untuk dijadikan sebagai warisan dunia butuh proses yang panjang seperti mengumpulkan sebanyak-banyaknya dokumen tentang Pabrik Indarung I dan PLTA Rasak Bungo. Makanya, dibutuhkan komitmen bersama. Dan kami pun apresiasi PT Semen Padang yang supporting dalam hal ini,” kata Antropolog Universitas Andalas ini.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang yang diiwakili Kasi Cagar Budaya dan Permuseuman, Marshalleh Adzaz, yang turut ikut mendampingi TACB Provinsi Sumbar dan Kota Padang menyebut bahwa upaya menjadikan Pabrik Indarung I dan PLTA Rasak Bungo sebagai Cagar Budaya Kota ini sejalan dengan program Pemko Padang dalam pengembangan potensi cagar budaya di dearah timur Kota Padang.
Salah satunya, Pabrik Indarung I yang didirikan Belanda pada 1910 yang dulunya bernama NV Nederlandsch-Indische Portland Cement Maatschappij atau NIPCM, dan PLTA Rasak Bungo pada 1908 yang menjadi satu-satunya sumber energi listrik yang digunakannya untuk membangun Pabrik Indarung I.
“Jadi, Padang itu dikenal tidak hanya sebagai daerah pesisir pantai, tapi banyak lagi potensi yang ada. Makanya ini perlu dikembangkan. Kalau seandainya Pabrik Indarung I dan PLTA Rasak Bungo ditetapkan sebagai Cagar Budaya, maka ini menjadi pelengkap koleksi khasanah bangsa di Kota Padang dan tentunya ini bisa dijadikan sebagai pilihan untuk wisata,” katanya.
Jika dijadikan sebagai pilihan wisata, pihaknya juga akan mengusulkan adanya museum kawasan di Pabrik Indarung 1 ini, supaya keberadaan museum tersebut bisa menjadi sarana edukasi bagi generasi muda untuk bisa mengetahui bagaimana proses pembuatan semen di pabrik Indarung 1 ini.