“Dalam penyelenggaraan ini ada tujuan penting yang harus kita capai, yaitu pengusulannya menjadi warisan budaya dunia. Padahal sebelumnya di tahun 2015 lalu Perkampungan Adat Sijunjung ini telah masuk ke dalam Tentative List UNESCO. Namun pada akhirnya belum tercapai. Inilah yang harus kembali kita capai melalui Alek Mandeh ini,” katanya.
Dan yang berperan penting untuk mencapainya itu terletak di tangan masyarakat Perkampungan Adat Sijunjung itu sendiri. Alek Mandeh sebagai pemantik akan keberlangsungan kebudayaan, selanjutnya nagari dan masyarakatnya yang harus mampu mewujudkan ekosistem kebudayaan itu di tengah kemajuan sekarang ini.
Sehingga kehadiran Alek Mandeh Festival Budaya Matrilineal ini seperti menyigi lorong waktu Minangkabau di masa lalu. Sebuah upaya untuk mengambil kembali nilai-nilai yang perlu diterapkan pada masa kini sebagai penguatan kebudayaan selanjutnya.
Tiga Konsep Besar Menuju Ekosistem Kebudayaan
Alek Mandeh Festival Budaya Matrilineal menggagas tiga konsep besar dalam pelaksanaannya. Pertama tentang mengurai sistem kekerabatan matrilineal, kedua tentang Arang Gelanggang menilik peranan Durian Gadang dan lokomotif uap pada perjalanan warisan dunia Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto, dan yang ketiga tentang Kenduri Swarnabhumi.
Terkait menilik budaya matrilineal, Alek Mandeh yang merupakan transisi Festival Matrilineal itu ingin menebalkan kembali nilai kematrilinealan itu sebagai pondasi dan kekuatan Minangkabau. Pentingnya perempuan sebagai pewaris nilai dan keturunan, matrilineal di Minangkabau telah lebih awal menopangi tiga aspek dasar dalam kelangsungan hidup, yaitu papan (rumah gadang), pangan (sawah ladang) dan sandang (pakaian). Alek Mandeh menginginkan hal itu tercapai dan dapat terus diwarisi kepada kaum perempuannya.
Dan pada konsepnya, Alek Mandeh mencoba menggali lebih matrilineal itu melalui peranan laki-laki dalam sistem matrilineal tersebut. Berbagai kekuatan matrilineal itu dihadirkan ke dalam bentuk prosesi adat khas dari Perkampungan Adat Sijunjung seperti Makan Bajamba, Arak Iriang Bakaua, Tari Tobo Baombai, pertunjukan teater Abu di Atas Tunggul garapan Yusril Katil, dan berbagai kegiatan lainnya.