PADANG, HARIANHALUAN.ID — Kemarau yang melanda sebagian besar wilayah Sumbar sejak akhir Mei 2025 kini memasuki bulan kedua. Bahkan, di beberapa titik seperti Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, kondisi kering telah berlangsung lebih dari lima bulan. Menurut BMKG, situasi ini merupakan indikasi jelas perubahan iklim yang mempengaruhi pergeseran pola musim secara signifikan.
“Musim kemarau datang lebih awal dari biasanya dan curah hujan secara umum jauh di bawah normal,” kata Pranata Meteorologi Geofisika Madya Stasiun Klimatologi Sumbar, Rizky A. Saputra, Selasa (22/7).
Ia menyebutkan, di kawasan yang biasanya diguyur hujan hampir setiap hari, seperti pesisir barat Sumatera dan Kepulauan Mentawai, kini hujan pun menjadi barang langka. Fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor atmosfer dan laut. Di antaranya, menguatnya angin monsun Australia yang kering, suhu muka laut yang berada dalam kondisi netral–hangat, dan berkurangnya sirkulasi siklonik di sekitar Samudera Hindia. Selain itu, gangguan pola cuaca dari wilayah utara seperti Filipina hingga China ikut mempengaruhi berkurangnya suplai uap air ke wilayah barat Indonesia.
BMKG memperkirakan awal musim hujan akan datang bervariasi mulai September hingga Oktober 2025. Namun, hingga saat itu, pemerintah daerah dan petani diimbau melakukan langkah-langkah adaptif. “Musim panas luar biasa. Hari tanpa hujan sangat panjang. Dari hotspot menjadi firespot. Semua pihak harus waspada dan bergerak bersama,” tutur Rizky. (*)