TA diduga menyusun laporan keuangan palsu untuk menutupi penyimpangan dana subsidi pada triwulan pertama dan kedua. Dari aksinya, TA menerima Rp514,7 juta. Sebagian dana, sekitar Rp23,5 juta, mengalir ke PI.
Audit internal Kejati Sumbar menemukan kerugian negara Rp3,6 miliar akibat manipulasi laporan keuangan tersebut.
Gagal Berantas Korupsi, Dimutasi
Sebelumnya, Jaksa Agung, ST Burhanuddin menyoroti kinerja para jaksa di daerah dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Ia menegaskan tidak akan segan menindak tegas jaksa yang gagal mengungkap kasus korupsi di wilayah yang diketahui rawan penyimpangan. Menurut Burhanuddin, ketidakmampuan mengungkap kasus korupsi di daerah semacam itu menunjukkan lemahnya profesionalisme dan integritas aparat penegak hukum.
Burhanuddin mengungkapkan keheranannya terhadap masih adanya jaksa yang tampak kesulitan menemukan indikasi tindak pidana korupsi di daerah tugasnya. Padahal, praktik korupsi sudah tersebar luas di berbagai wilayah Indonesia dan menjadi masalah sistemik yang membutuhkan keberanian serta ketajaman analisis aparat penegak hukum.
“Saya heran kalau ada jaksa yang tidak bisa mengungkap kasus korupsi. Karena pada dasarnya, korupsi itu sudah merata. Kalau di suatu daerah ada jaksa tapi tidak bisa menemukan kasus korupsi, itu aneh. Artinya, jaksanya tidak punya prestasi,” ujar Burhanuddin, Kamis (16/10).
Ia menambahkan, kondisi semacam itu membuat dirinya berada dalam posisi sulit. Jika jaksa tersebut dipertahankan, kinerja lembaga bisa terhambat. Namun, jika dipindahkan, institusi juga bisa kehilangan tenaga yang sebenarnya masih bisa dibina. “Jadi memang serba salah, seperti buah simalakama,” katanya.














