PADANG, HALUAN — Kearifan lokal Sumatra Barat (Sumbar) dinilai menjadi salah satu potensi yang cukup besar dalam perkembangan wisata halal. Sebab, tujuan wisata tidak hanya bergantung pada produk wisata, namun juga suasana yang memberikan pengalaman bagi para pelancong.
Pengamat Wisata Unand, Sari Lenggogeni kepada Haluan mengatakan, wisata halal pada dasarnya bukan berarti mensyariahkan destinasi atau kawasan wisata. Akan tetapi, konsep itu merupakan upaya untuk menambah layanan dan fasilitas yang dapat mengakomodir kebutuhan wisatawan muslim.
“Banyak yang masih salah persepsi. Wisata halal bukan produk, tapi layanan tambahan yang diperuntukkan bagi wisatawan muslim yang dibangun lewat berbagai aspek. Wisata halal ini keberadaannya adalah usaha untuk memberi kenyamanan wisatawan muslim saat berlibur atau berwisata,” katanya, Kamis (10/3/2022).
Wisatawan muslim saat akan berlibur, Sari menambahkan, akan mempertimbangkan destinasi yang akan dikunjungi punya fasilitas yang mendukung agar mereka tetap bisa menjalankan prinsip-prinsip agama.
“Misalnya mereka butuh tempat ibadah, makanan yang terjamin kehalalannya, dapat dengan mudah mengetahui waktu salat, mendapatkan pelayanan yang baik dan jujur. Jadi, posisinya (wisata halal) memperkuat layanan destinasi, bukan produk,” katanya.
Hal itu, sambung Sari, sudah dilakukan Malaysia yang telah terkenal dengan halal destination. Menurutnya, apa yang ditawarkan Malaysia bukan produk, melainkan daya tarik, keramahan, dan kebersihan di tempat wisata serta fasilitas pendukung lainnya.
Sementara itu, Sari menyebutkan, Sumbar dengan kearifan lokal dan yang dikenal dengan falsafah hidup di ABS-SBK punya potensi untuk dimaksimalkan. Bahkan beberapa di antaranya sudah menjadikan ikon wisata, seperti Masjid Raya Sumbar dan Islamic Center Padang Panjang.
“Di Sumbar sendiri, sangat jarang ditemukan kegiatan wisata, seperti tari dan lain sebagainya yang menggunakan pakaian terbuka. Jadi kita sudah ada bekal, di samping menyediakan fasilitas agar wisatawan muslim bisa menjaga prinsip agama, pengelola juga harus memperhatikan kenyamanan pengunjung saat menggunakan fasilitas itu. Tidak cukup hanya menyediakan, tapi kenyamanan tetap diutamakan,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Sumbar, Luhur Budianda mengatakan, salah satu upaya dalam memperkuat pertumbuhan wisata halal di Sumbar dengan penyertaan label halal atau sertifikasi halal sebagai standar tolok ukur bagi wisatawan.
“Jadi yang perlu kita lengkapi dan benahi adalah sertifikasi halal di setiap amenitas kita. Harapannya wisatawan bisa berwisata dengan nyaman, tetapi tetap bisa menjalankan kewajiban beribadah, mendapatkan akses untuk kuliner yang higienis dan halal,” katanya.
Budi menjelaskan, secara umum konsep wisata halal bukan pariwisata yang yang menerapkan syariat secara penuh. Namun pengembangan wisata yang dengan menyediakan amenitas atau fasilitas wisata atau destinasi seperti hotel, restoran, bar, sarana olahraga dan lainnya memenuhi standar syariah.
Sementara itu, Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) menilai, salah satu potensi wisata halal Sumatra Barat yaitu kunjungan atau perjalanan religi. Hal ini terlihat dari puluhan ribu jemaah syatariah melakukan ziarah ke Sumatra Barat.
Ketua DPD Asita Sumbar, Darmawi mengatakan, para jemaah ziarah tersebut berasal dari Sumbar, Bengkulu, Jambi dan Pulau Jawa. “Kegiatan ziarah dilakukan untuk mengenang jasa guru-guru, alim ulama terdahulu yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di Sumbar,” kata Darmawi.
Menurut Darmawi, ziarah ini dilaksanakan rutin setiap tahunnya di awal Bulan Rajab hingga sebelum Ramadan oleh jemaah. Terdapat sejumlah tujuan ziarah yang cukup sering dikunjungi, yaitu di Kiambang yang dikenal dengan Syeikh Inyiak Kiambang, kemudian ada di Koto Tuo juga Syeikh Inyiak Koto Tuo atau Syeikh Ismail, kemudian di Malalo, di Calau dan di Kolok.
“Setiap bulan syafar juga ada di Ulakkan, yaitu Syeikh Burhanuddin. Mereka tadi yang disampaikan adalah anak murid Syeikh Burhanuddin selaku penyebar agama Islam di Sumbar,” tuturnya.
Lebih jauh, Darmawi menyebutkan, kegiatan ziarah tersebut bagian daripada wisata religi yang dikenal dengan maksud dakwah dan ibadah. Tujuannya tidak lain memuliakan guru dan ulama, di samping sebagai bagian dari adab ketika memasuki bulan suci Ramadan, untuk menziarahi makam keluarga juga para guru terdahulu.
Menurut Darmawi, wisata religi ini masih banyak didapati di sejumlah kabupaten kota di Sumbar. Seperti Kota Pariaman dan Padang Pariaman, Pesisir Selatan, Dharmasraya dan Kota Sawahlunto, Koto Tuo Agam dan Kota Padang Panjang.
Darmawi menilai, potensi wisata religi dan ziarah ini sebagai bagian dari produk wisata yang potensial untuk dikembangkan selain dari lima potensi wisata lainnya, seperti wisata alam, budaya, atau pun kuliner. (h/rga)