PADANG, HALUAN—Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) menyiapkan sejumlah langkah untuk mengejar target produksi padi tahun ini yang cukup rendah. Masih banyaknya lahan yang belum ditanami ditengarai menjadi salah satu penyebab.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Sumbar, Syafrizal menyebutkan, hingga pertengah tahun ini, tercatat produksi padi baru di Sumbar baru menyentuh 810.000 ton. Sementara itu, target produksi dipatok hingga 1,5 juta ton.
Sulit mencapai 1,5 juta ton produksi tahun ini, tapi karena sudah musim hujan, beberapa daerah yang irigasinya kurang baik akan diuntungkan. Sehingga petani bisa kembali turun ke sawah dan mulai menanam
Syafrizal
“Jika kita melihat, banyak kawasan yang belum ditanami padi, sehingga perlu segera penanaman agar luas tanamnya meningkat dan luas panen juga meningkat. Sehingga, nanti dapat meningkatkan produksi,” ujar Syafrizal kepada Haluan, Selasa (28/9).
Contohnya berdasarkan hasil pemantauan aplikasi Simontani melalui satelit, di mana dari 1.143 hektare lahan sawah di Kota Solok, saat ini yang baru ditanami hanya 584 hektare, atau masih tersisa 43 persen lahan yang belum ditanami padi.
Syafrizal menyebutkan, luas sawah di Sumbar tercatat sekitar 194 ribu hektare, dengan capaian produksi padi pada tahun lalu mencapai 1,39 juta ton, dan hampir mencapai target 1,4 juta ton dengan tingkat produktivitas hanya sekitar 4,68 kali. Tidak tercapainya target tahun lalu juga dipengaruhi luas tanam yang menurun ketimbang luas tanam pada 2019.
Meski demikian, sambung Syafrizal, Pemprov Sumbar tetap memutuskan untuk meningkatkan target produksi padi pada tahun ini menjadi 1,5 juta ton. Dengan harapan, realisasi pada tahun 2021 akan lebih baik ketimbang realisasi tahun sebelumnya.
Selain itu, Syarizal menambahkan, belum maksimalnya produksi padi juga disebabkan adanya gangguan masa tanam di sejumlah daerah. Lalu, juga ada gangguan irigasi yang rusak, sehingga berdampak pada masa tanam.
“Hal lain yang membuat produksi padi di Sumbar tahun ini terbilang masih rendah adalah ada satu daerah yang terganggu masa tanamnya. Misalnya Kabupaten Pesisir Selatan, hampir sebagian besar di daerah itu masa tanamnya terganggu karena faktor air. Selain irigasi yang rusak, juga dipengaruhi masalah cuaca,” katanya.
Syafrizal menyebutkan, dengan mulai masuknya musim hujan di Sumbar, maka akan membantu persoalan irigasi dan kekurangan air di sejumlah daerah. Sehingga, para petani terutama di Pesisir Selatan, bisa mulai mengolah kembali lahan sawahnya.
“Sulit mencapai target 1,5 juta ton produksi, tapi karena sudah musim hujan, beberapa daerah akan diuntungkan karena irigasinya kurang baik. Sehingga petani bisa kembali turun ke sawah dan mulai melakukan penanam lagi,” ujarnya.
Menurut Syafrizal, sejumlah daerah tercatat sebagai penghasil beras terbanyak di Sumbar adalah Tanah Datar, Padang Pariaman, Solok, Agam, dan Pesisir Selatan. Pemprov sendiri mendorong agar pemerintah kabupaten/kota ikut medukung peningkatan produktivitas padi sehingga target bisa tercapai.
Lebih jauh, Pemprov juga mendorong pemanfaatan alsintan dalam pertanian karena akan sangat menguntungkan dari segi waktu, upah, dan tenaga kerja. Pemprov Sumbar juga memberikan sejumlah bantuan alsintan kepada Kelompok Tani di antaranya traktor roda dua dan handsprayer.
Selain memperluas lahan tanam, Pemprov Sumbar juga menyiapkan langkah intensifikasi lahan dalam meningkatkan jumlah produksi padi. Terutama di daerah dengan jumlah sawah yang tidak terlalu luas.
“Intensifikasi lahan menjadi salah satu kunci meningkatkan produksi beras, seperti di Kota Solok yang memiliki lahan sempit untuk mendukung produksi beras secara provinsi. Setelah masa panen, lahan kembali ditanami sehingga produktifitas bisa terus ditingkatkan,” kata Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy, saat mengikuti Panen Raya dan Penyerahan Alsintan pada Keltan di Kota Solok.
Audy menambahkan, pemanfaatan teknologi dan alat-alat pertanian juga harus didorong dalam peningkatan jumlah produksi. Sebab akan membantu efektivitas produksi.
Terlebih, sambung Audy, Kota Solok juga memiliki jenis beras premium dengan kualitas dan harga tinggi yaitu Beras Solok. Meski Kota Solok bukan sebagai daerah sentra beras, melainkan daerah satelit yang mendukung produksi secara keseluruhan.
Audy menambahkan, dalam meningatkan nilai jual komoditas beras juga harus didukung dengan pengemasan yang lebih menarik dan kekinian. Ia mengusulkan agar penjualan padi tidak lagi menggunakan karung.
“Dengan pengemasan yang lebih baik, maka ekspansi pasar bisa dilakukan secara lebih luas sehingga akan menguntungkan bagi petani,” katanya lagi.