Pernyataan tersebut didukung oleh Wali Nagari Koto Baru, Rezky Yuanda Putra. Disampaikannya bahwa masyarakat tidak perlu ragu dan khawatir, karena pihaknya tetap bersama masyarakat. Walau jalan tol ini masih dalam tahap perencanaan, tapi dampak buruk sudah dirasakan masyarakat, terjadi perpecahan dan permusuhan di tengah masyrakat.
“Jadi kami sama sekali tidak mencabut pernyataan yang sudah ditandatangani bersama masyarakat terdampak Jalan tol dan tokoh masyarakat kepala jorong se-Nagari Ketua Bamus, KAN beserta ka ampek suku yang ada di nagari. Kita tetap meminta dan memohon agar trase tol ini dialihkan ke trase 2 atau 3,” ucapnya.
Wali Nagari Lubuak Batingkok, Yon Elvi Dt. Pangulu Bosa melihat pemberitaan media tentang tol trase Pangkalan–Payakumbuh telah merasa tersudutkan. Seolah-olah keberatan masyarakat di lima nagari dijadikan alasan lambatnya proses pembebasan lahan di Sumatra Barat.
“Padahal masyarakat hanya meminta pengalihan trase. Kan ada trase 2 dan 3, kenapa harus tetap dipaksakan di trase 1 yang berdampak pada kehidupan sosial masyarakat adat. Jadi siapa sebenarnya yang memperlambat proses ini?,” tuturnya.
Wali Nagari Gurun, Taslim Pratama Prawira yang diwakili Pimpinan Bamus Gurun, Ujang menyampaikan bahwa Wali Nagari Gurun masih berdiri bersama masyarakat. “Ketika masyarakat kita berjuang sendiri menuntut keadilan dan memperjuangan hak-haknya, orang yang pertama yang harus membelanya adalah wali nagarinya dan bamusnya,” katanya.
Sebagaimana diketahui, penolakan trase tol di lima nagari sudah berlangsung sejak 2018 setelah dilakukan konsultasi publik oleh pihak penyelenggara di masing-masing nagari. Respon masyarakat di lima nagari kemudian dituangkan dalam berita acara musyawarah nagari yang isinya menolak trase tol, karena akan melalui permukiman padat, situs-situs adat dan lahan produktif.