Yos menerangkan, aturan lalu lintas yang ada saat ini, masih memiliki banyak celah dan kekurangan, baik dari segi rambu-rambu lalu lintas atau bahkan segi kejelasan aturan. Ia mencontohkan, pada UU lalu lintas No 14 tahun 1992 yang lama, dijelaskan bahwa ‘Pengendara yang Hendak Belok Kiri di Suatu Persimpangan, Boleh Langsung dan Tidak Harus Berhenti’.
Sementara pada UU Nomor 22 tahun 2009, disebutkan bahwa ‘Pengendara yang Hendak Belok Kiri Boleh Lanjut Jika Diizinkan serta Terdapat Rambu-Rambu yang Bertuliskan Belok Kiri Jalan Terus’.
“Nah, pertanyaannya, apakah sudah semua persimpangan ada saat ini telah dilengkapi dengan tanda itu? Saya rasa belum semuanya, jadi ini perlu dibenahi,” kata Yos.
Belum dilengkapinya semua persimpangan dengan rambu lalu lintas semacam itu, sambung Yos, juga ditambah dengan kenyataan bahwa upaya sosialisasi UU Nomor 22 tahun 2009 sampai saat ini pun masih belum dilakukan dengan maksimal.
“Selain kurang sosialisasi, UU Nomor 12 tahun 2009 sampai saat ini petunjuk turunannya juga belum ada. Kemudian UU ini juga belum mengakomodir perkembangan zaman, seperti pesatnya pertumbuhan ojek online,” terang Yos.
Ia juga menegaskan, UU tentang angkutan dan jalan yang berlaku saat ini itu pun, sudah semestinya direvisi meski rencana perubahannya sudah ada sejak tahun 2015 silam “Tahun 2015, saya sempat terlibat dalam penyusunan naskah akademiknya. Namun, sampai saat ini Undang-Undang baru yang juga mengakomodir transportasi online itu pun juga masih belum ada. Padahal undang-undang itu sudah lama dan waktunya direvisi,” tutup Yosritzal.(fzi)