“Kedua sistem tilang tetap harus dilakukan secara bersamaan untuk menekan angka pelanggaran lalu lintas. Namun sistem tilang elektronik serta perangkatnya juga perlu terus disempurnakan,” ujarnya kepada Haluan Kamis (18/5).
Yosritzal menyebut, perangkat kamera tilang elektronik statis yang digunakan aparat kepolisian saat ini, kualitasnya masih terbilang belum optimal. Akibatnya nomor plat kendaraan pelanggar masih sering tidak terbaca.
Begitupun dengan sistem tilang ETLE Handheld yang notabene hanya mengandalkan kamera ponsel serta membuat Polantas harus selalu bergerak secara mobile dan membuat biaya operasional menjadi lebih tinggi.
“Kalau tilang manual dampak dan efek jeranya bagi pelanggar lebih terasa. Sebab STNK atau kendaraan langsung ditahan. Sementara kalau tilang elektronik bahkan kadang kala pelanggar tidak sadar bahwa ia telah melakukan pelanggaran,” jelas Yos.
Agar sistem tilang elektronik lebih sempurna serta bisa memberikan efek jera bagi pelanggar, kata Yos, kamera tilang yang digunakan perlu dilengkapi dengan sensor pembaca pelanggaran secara otomatis.
“Namun sebenarnya yang paling penting itu adalah pencegahan pelanggarannya. Jangan sampai kita membuat peluang terjadinya pelanggaran lalu ditindak. Itu yang tidak boleh,” ucapnya.