“Lalu pada bulan Februari muncul lagi pernyataan bahwa masyarakat meminta pengalihan trase jalan tol ke lokasi lain karena dikhawatirkan akan melalui perkampungan padat penduduk, situs budaya dan lain sebagainya,” katanya.
Atas terjadinya tarik ulur yang cukup panjang, rumit dan melelahkan itu, usai berdiskusi dengan Jakarta, Pemprov Sumbat akhirnya memutuskan agar pembangunan jalan tol di stage satu di skip atau ditinggalkan sementara.Namun pengerjaan stage dua dan tiga tetap berjalan.
Berkaitan dengan opsi pengalihan trase yang disampaikan sejak awal oleh masyarakat terdampak yang mengatasnamakan Format Limapuluh Kota, menurut Era Sukma opsi pengalihan cukup sulit untuk diwujudkan.
“Rencana trase yang ada sekarang itu adalah trase yang paling alternatif secara teknis, Namun persoalannya, sampai saat ini kita belum mengetahui daerah mana saja yang akan dilewati tol. Selama ini kita masih belum bisa masuk, mengukur saja tidak bisa. Sementara masyarakat terus bertanya-tanya,” jelas dia.
Ia mengungkapkan, pihaknya telah meminta agar Bupati Limapuluh Kota segera memanggil pihak KAN. Minimal pihak KAN bisa meminta agar masyarakat menerima dulu proses sosialisasi yang akan dilakukan oleh JICA dan kontraktor.
“Jika sosialisasi telah dilakukan, masyarakat terdampak masih berhak untuk melakukan penolakan setelah dilakukan pengukuran. Namun berdasarkan undang-undang akan ada ganti rugi yang dititipkan ke pengadilan atau Konsinyasi,” ucapnya menjelaskan.