MYANMAR, HARIANHALUAN.ID — Kondisi kehidupan para penyintas gempa besar pada bulan lalu di Myanmar makin sulit karena hujan deras mengguyur daerah-daerah yang dilanda gempa.
Gempa bermagnitudo 7,7 mengguncang Myanmar tengah pada 28 Maret. Militer yang berkuasa di negara itu mengatakan sedikitnya 3.564 orang tewas dan 210 lainnya masih belum diketahui keberadaannya.
Banyak orang yang kehilangan rumah akibat gempa terpaksa tinggal di luar ruangan, seperti di trotoar dan halaman kuil. Suhu pada siang hari di daerah itu naik hingga hampir 40 derajat Celsius.
Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar yang mengalami kerusakan parah akibat gempa, dilanda hujan lebat yang turun secara berkala sejak Sabtu (05/04) hingga Minggu (06/04).
Rekaman yang diambil tim medis Jepang, yang menyediakan perawatan di kota itu, memperlihatkan kondisi hujan yang disertai embusan angin kencang. Rekaman video itu juga memperlihatkan beberapa tenda terbang dan orang-orang membersihkannya.
Petugas bantuan mengatakan terdapat kekhawatiran penyebaran penyakit menular karena suhu panas terus berlanjut dan limbah mengalir keluar karena hujan. Situasi itu makin mempersulit para penyintas.
Gempa itu menghancurkan wilayah yang telah menjadi tempat tinggal bagi sebagian besar pengungsi yang melarikan diri dari pertempuran antara militer Myanmar dan pasukan prodemokrasi.
Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) mengatakan sekitar 1,55 juta pengungsi internal ditampung di daerah yang terdampak gempa. Laporan itu menekankan bahwa bencana tersebut makin memperburuk situasi orang-orang yang sudah mengalami kerentanan parah.
Kepala Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) Tom Fletcher menyerukan kerja sama dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan. Kepada NHK ia mengatakan, “Kami mengimbau semua pihak agar memberi akses penuh kepada kami untuk mereka yang paling membutuhkan.” (*)