Oleh : Mutiara Gita Paluvi (Mahasiswa Magister PPKn UNP)
Mohammad Hatta atau yang biasa juga kita kenal dengan Bung Hatta yang merupakan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia sekaligus proklamator dan negarawan. Beliau lahir di Bukittinggi tanggal 12 Agustus 1902 dan merupakan anak dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Sosok beliau tak hanya dikenal sebagai salah satu tokoh yang berjasa dalam kemerdekaan Indonesia, tetapi juga sebagai pendidik karakter yang memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan moral bangsa.
Beliau adalah tokoh integral dalam sejarah Indonesia yang tidak hanya memimpin dalam bidang politik dan ekonomi, tetapi juga menaruh perhatian besar terhadap pendidikan. Dalam konteks pembangunan karakter, Hatta memandang pendidikan sebagai instrumen pembentukan manusia merdeka secara spiritual dan sosial. Pemikirannya yang dituangkan dalam berbagai karya tulis, serta keteladanan dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan Bung Hatta sebagai sosok pendidik karakter bangsa yang paripurna.
Pendidikan dalam pandangan Bung Hatta tidak hanya ditujukan untuk kecerdasan intelektual, tetapi juga membentuk insan yang beriman dan bermoral.
Bung Hatta yang sejak kecil tumbuh dalam keluarga yang taat melaksanakan agama islam, menganggap keimanan sebagai pondasi utama dalam pendidikan yang kemudian menjadi dasar etik dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan menjadikan agama sebagai sumber nilai, beliau menempatkan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia yang memiliki tanggung jawab spiritual dan sosial.
Pendidikan menurut Bung Hatta harus mengembangkan dimensi keimanan, kesadaran etis, dan kemanusiaan. Pendidikan demikian tidak bersifat mekanistik dan sekadar menghasilkan tenaga kerja, melainkan menyasar pada pembangunan watak dan karakter.
Nilai karakter yang menonjol dalam diri Bung Hatta adalah kepedulian sosial. Kepedulian ini tercermin dari kiprahnya dalam gerakan koperasi dan advokasinya terhadap kesejahteraan rakyat. Hatta melihat bahwa pendidikan karakter harus menghasilkan manusia yang peduli, toleran, dan bertanggung jawab terhadap komunitasnya. Ia aktif membina rakyat melalui pendidikan politik dan ekonomi berbasis kolektivitas, bukan individualisme.
Kepedulian sosial ini dibentuk sejak masa kecilnya, ketika ia melihat bagaimana sang kakek memperlakukan orang lain dengan santun dan adil. Nilai-nilai ini tertanam kuat dan kemudian menjadi prinsip hidupnya sebagai pemimpin.
Bung Hatta juga menunjukkan keteladanan pribadi yang konsisten antara ucapan dan tindakan. Ia dikenal sederhana, jujur, dan menolak fasilitas negara yang berlebihan demi menjaga integritas moral. Keteladanan ini penting dalam pendidikan karakter, karena peserta didik lebih terpengaruh oleh tindakan nyata daripada nasihat verbal. Dalam dunia yang dipenuhi oleh figur publik yang inkonsisten, sikap Hatta memberikan teladan nyata tentang bagaimana pemimpin seharusnya bertindak dan berpikir.
Keteguhan sikap dan komitmen moral inilah yang membedakan Bung Hatta sebagai sosok pendidik karakter sejati. Sebagai seorang cendekiawan, Bung Hatta menjadikan literasi sebagai sarana utama dalam membangun karakter. Kegiatan membaca dan menulis tidak hanya menjadi kebiasaan, tetapi juga instrumen pembentukan bangsa. Dengan lebih dari enam puluh karya tulis yang meliputi berbagai disiplin ilmu, Hatta telah meninggalkan warisan intelektual yang mendalam dan relevan hingga kini. Ia menempatkan aktivitas literasi sebagai proses aktif yang membentuk daya pikir, daya nalar, dan kebijaksanaan. Dengan demikian, literasi tidak hanya berarti kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga kemampuan untuk memahami, menafsirkan, dan menyikapi realitas sosial secara kritis dan bertanggung jawab.
UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta telah melakukan digitalisasi karya-karya beliau sebagai upaya pelestarian nilai-nilai nasionalisme dan moralitas. Pelestarian ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga menjadi sarana transformasi nilai pendidikan karakter bagi generasi muda Indonesia. Melalui pelestarian digital, pemikiran Bung Hatta dapat diakses oleh generasi masa kini dan mendatang, memperkuat relevansi nilai-nilai pendidikan karakter dalam konteks globalisasi dan digitalisasi yang kerap mengikis nilai lokal dan moralitas publik.
Selain itu, karya dan barang-barang peninggalan Bung Hatta juga telah dilestarikan di Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi yang bisa menjadi wadah pembelajaran bagi generasi saat ini. Bung Hatta merupakan pendidik karakter yang mengintegrasikan nilai iman, moralitas, kepedulian sosial, dan literasi dalam gagasan dan tindakan. Dalam konteks tantangan moral bangsa dewasa ini, pemikiran dan keteladanan Bung Hatta sangat relevan untuk dijadikan landasan pengembangan sistem pendidikan karakter nasional. Penanaman nilai melalui keteladanan, keilmuan, dan komitmen terhadap kepentingan umum sebagaimana diperlihatkan oleh Bung Hatta harus menjadi inspirasi bagi generasi penerus.
Pemikiran Bung Hatta menegaskan bahwa pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, melainkan pembentukan manusia yang berwatak luhur, berpikir mandiri, dan bertindak berdasarkan etika kemanusiaan. Dalam dunia yang kian terpolarisasi, pendidikan karakter ala Bung Hatta menjadi sangat penting untuk membentuk masyarakat yang adil, inklusifndan beradab. (*)
REFERENSI
Agustina, F., & Kustomo. (2022). Ketokohan Mohammad Hatta dalam Perspektif Histori-Politik. Proceedings Fourth Conference STKIP PGRI Jombang.
Fadhlullah, M. F., & Christiani, L. (2023). Alih Media Digital sebagai Pelestarian Koleksi Local Content di UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta. Jurnal Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro.
Fathoni, A., Purnomo, B., & Indrayani, N. (2021). Nilai Karakter Kepedulian Sosial Tokoh Mohammad Hatta. Jurnal Sejarah & Pendidikan Sejarah, 1(1), 44–58.
Fuady, A. S., & Samsudin. (2023). Pemikiran Pendidikan Mohammad Hatta dalam Perspektif Pendidikan Islam. Al-Murabbi: Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, 9(2), 32–36.
Putri, S. H. (2024). Nukilan Pena dan Keteladanan Bung Hatta. Jurnal Pusaka, 4(2), 45–48.