Politisi Partai Golkar itu menjelaskan bahwa keuntungan PAM Tirta Sago pada 2021 tercatat sebanyak sekitar Rp3 miliar, namun pada 2022 mengalami penurunan signifikan ke angka Rp1,5 miliar. Penurunan keuntungan itu dipertanyakan, karena jumlah nasabahnya tidak berkurang, bahkan bertambah.
“Ini harus dievaluasi oleh kepala daerah secara total. Harusnya dengan besarnya pendapatan pada tahun sebelumnya, daerah kita sudah bisa meningkatkan pelayanan air bersih, baik sarana dan prasarana hingga teknisnya, agar masyarakat kita terlayani dengan baik,” kata YB Dt Parmato Alam.
Pihaknya juga menegaskan, PAM Tirta Sago sudah harus bisa meningkatkan pendapatannya dengan telah berubahnya status perusahaan yang awalnya memiliki satu direktur saja, sekarang sudah punya tiga direktur.
“Peningkatan pendapatan dan pelayanan PAM Tirta Sago harus berbanding lurus dengan perubahan status manajemen perusahaan. Jumlah direktur bertambah, harusnya yang lain juga bertambah. Kenapa bisa terjadi, apakah beban gaji karyawan atau hal lainnya yang tidak sesuai dengan indeks pelayanan?,” ucapnya mempertanyakan.
Senada dengan itu, anggota Komisi B Edward DF juga menuturkan hal yang sama kepada media. Edward mengatakan, sepakat agar PAM Tirta Sago segera dievaluasi oleh kepala daerah secara menyeluruh.
“Nasabah sudah pasti sebanyak itu juga, bahkan bertambah. Kita belum mengetahui penyebab labanya anjlok, apakah karena biaya operasional, kebutuhan direktur atau segala macamnya. Pada tahun sebelumnya dulu kita di DPRD setuju merubah status dan struktur PAM Tirta Sago supaya bisa berubah bukan untuk pemborosan, tapi supaya lebih maju,” katanya.
Politikus PPP itu menambahkan, laba dari PAM Tirta Sago sebagai BUMD adalah salah satu modal bagi pembangunan Kota Payakumbuh. Karena disetorkan ke kas daerah menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD), kemudian kembali ke APBD untuk dimanfaatkan dalam pembangunan kota.
“Kalau misalnya ada masalah lain terkait keuangan PAM Tirta Sago, kami bisa saja bentuk panitia khusus di DPRD,” tutur Edward DF. (*)