PADANG, HARIANHALUAN.ID – Ketua Irman Gusman Center Padang Marhadi Efendi menilai Bawaslu tak bernyali hingga tak berani menertibkan alat peraga kampanye (APK) untuk pemungutan suara ulang atau PSU DPD yang akan dihelat 13 Juli 2024. Hal ini dikatakan Marhadi saat ditanya tanggapannya terkait maraknya terpasang APK.
Marhadi mengatakan, ada dua jenis alat peraga. Pertama alat peraga sosialisasi yang hanya menampilkan profil diri atau ucapan-ucapan yang tidak mengarah ke PSU, dan ini boleh saja dipasang. Kedua alat peraga kampanye yang jelas-jelas menampilkan atribut kampanye seperti nomor urut dan lain sebagainya.
“Yang kedua ini dilarang dengan sangat jelas dalam putusan MK. Namun ketika kita saksikan APK ini sudah banyak terpasang sejak akhir Juni kemarin, sampai sekarang tidak ada tindakan yang jelas dari Bawaslu Sumbar dan jajarannya,” ujar Marhadi, Sabtu (6/7/2024).
Selanjutnya Marhadi menyebutkan bahwa dirinya telah berupaya menyampaikan temuan ini ke beberapa Bawaslu Kabupaten dan Kota, rata-rata jawabannya adalah bahwa mereka sampai saat ini baru menerima arahan dari salah seorang anggota Bawaslu Provinsi Sumbar untuk menunggu dulu turunnya arahan dari Bawaslu RI terkait tata cara penindakan pelanggaran kampanye tersebut.
Terkait kebijakan tersebut Marhadi menilai lemah tanggung jawab Bawaslu Provinsi dalam menegakkan larangan berkampanye menjelang PSU ini.
“Tentu kita menilai lemah sekali rasa tanggung jawab Bawaslu terkait penegakan larangan berkampanye untuk PSU ini. Sudah seminggu lebih APK tersebut terpasang, Bawaslu hanya bisa menunggu arahan tata cara penindakan pelanggaran ini. Padahal aturannya kan sudah ada di Perbawaslu sebelumnya,” katanya.
“Karena ini PSU, ya tata cara penertiban tentu berlaku mutatis mutandis dengan tata cara penertiban APK untuk Pemilu 14 Februari lalu. Jadi ini terkesan akal-akalan Bawaslu Provinsi saja untuk melepaskan dirinya dari tanggung jawab,” katanya lagi.
Ditanya soal kemungkinan adanya unsur pelanggaran kode etik terkait pembiaran pelanggaran Kampanye PSU oleh Bawaslu Sumbar ini, Marhadi menilai sangat terbuka kemungkinan untuk itu. Apalagi jika nanti ditemukan unsur main mata antara Bawaslu dengan calon yang berani melanggar larangan kampanye ini. Tentu unsur pelanggaran etiknya lebih besar lagi. “Tim hukum kita sedang melakukan kajian terkait hal ini,” pungkas Marhadi.
Marhadi berharap PSU ini bisa berlangsung dengan fair. Biarkan rakyat Sumbar pemegang kedaulatan ini menilai sendiri siapa calon yang pantas diunggulkan untuk merebut posisi strategis di tingkat nasional seperti menjadi ketua DPD RI atau ketua MPR RI. Kalau dari 14 orang calon terpilih DPR RI dari dapil 1 dan 2 Sumbar, sepertinya menurut Marhadi tidak ada yang bisa dijagokan untuk menjadi ketua DPR atau MPR RI.
“Jadi harapan Sumbar tinggal peluangnya pada calon terpilih DPD dapil Sumbar ini lagi. Silahkan masyarakat pemilih Sumbar menilai, siapa calon yang tepat untuk menaikkan nilai bargaining Sumbar di tingkat nasional nanti. Bawaslu jangan lagi membiarkan calon-calon melakukan pelanggaran yang berpotensi mengaburkan pandangan jernih masyarakat dalam menentukan pilihannya,” ucapnya. (*)