Pengantar– Pembaca budiman, kami bangga dapat menemani hari-hari anda dengan berbagai informasi yang kami anggap menarik untuk anda diketahui. Setidaknya oleh kalangan muda sebagai sebuah refrensi guna menatap hari esok yang penuh tantangan.
Kami coba menukil kembali penggalan perjalanan hidup seorang Haji Sagi, tokoh kharismatik yang mampu membangun kepribadian orang kampungnya dalam melecut semangat untuk maju dan berkembang bersama.
Penulis akan menghantarkan suka duka kehidupan Haji Sagi, untuk meraih impian dalam mencapai asa sehingga dapat memberikan yang terbaik kepada masyarakat di kampung halamannya. Tulisan ini akan hadir menemani anda dalam beberapa episode. Berikut kami sajikan untuk pembaca Haluan.

HARIANHALUAN.id – Matahari sore memancarkan sinar emas, ketika sunset muncul di ufuk barat. Suasana senja mulai terasa, cuaca cerah. Barpacu dengan kumandangnya azan magrib, lelaki paro baya Kari Wahid, menyalakan petromak (srongkeng). Setelah petromak menyala Kari Wahid bergegas menuju mesjid yang tak jauh dari rumahnya di Pasar Aur Malintang.
Selesai shalat dan sedikit berdo’a Wahid, buru-buru meninggalkan mesjid. Baru saja melongokan kepalanya di pintu, Wahid disambut istrinya Jamarah yang tersandar di kursi tua ruang tamu.
“Pergilah jemput tek Suri, rasanya sudah mendekat,” kata istrinya.
Tanpa menjawab, Kari Wahid bergegas meninggalkan rumah mencari Tek Suri. Wahid sudah mengerti maksud istrinya. Tek Suri adalah Dukun beranak yang sudah berpengalaman membantu ibu-ibu muda melahirkan. Hanya Tek Suri yang bisa diandalkan sebab pada waktu itu belum ada Bidan.