Alhamdulillah, Kari Wahid berdiri menuju ruang tengah. Begitu sampai diruang tengah ia melihat istrinya tersenyum lemah. “Apo namoe Ni,” tanya Kari.
“Laki-laki, sehat dan besar,” jawab Tek suri tanpa menoleh. Jari-jarinya bekerja dengan cekatan, sebentar saja si bayi sudah dibedung dan ibunya juga sudah berganti kain.
Tek Suri menyerahkan bayi kepada Kari Wahid, sambil berdiri di pinggir tempat tidur mengumandangkan suara azan menyambut kedatangan anaknya.
Tepat jam 23.45 WIB, Senin 28 Agustus 1950, merupakan kelahiran si bayi yang kemudian diberi nama Azwar Wahid. Ternyata kelahiran Azwar Wahid kecil merupakan yang terakhir bagi pasangan suami istri Kari Wahid dengan Jamarah. Azwar wahid, merupakan anak bungsu dari sebilan bersaudara, tujuh putra dua putri, Burhan, Upiak Taba, Zainudin Cino, Bustari, Nurhayati(upiak kapeh) Samsuar, Zakir Wahid dan sibungsu Azwar Wahid.
Pada saat kelahiran Azwar Wahid, angresi Belanda di Indonesia juga berakhir. Namun kondisi bangsa Indonesia saat itu sangat memprihatinkan ekonomi morat-marit. Hasil pertanian masyarakat banyak yang gagal panen kehidupan benar-benar sulit.
Di saat seperti itulah Kari Wahid bersama istrinya membesarkan anak-anaknya setiap hari pakan (Selasa), Kari Wahid berjualan kebutuhan sehari-hari jualan Bada Masiak (Ikan kering) asam duyan (tempoyak) kemudian pada hari Kamis, berjualan ternak di Pasar Lubuk Basung Agam.