PEKANBARU, HARIANHALUAN.ID – Pemerintah Indonesia mengambil langkah yang lebih serius dalam upaya menangani kejadian bencana hidrometeorologi kering, khususnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau dan sejumlah wilayah lain di tanah air yang selalu membayangi tiap musim kemarau tiba.
Pada tahun ini, melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 dan Kepmenkopolkam No. 29 Tahun 2025, pemerintah pusat telah membagi kewenangan tugas Kementerian/Lembaga (K/L) dalam penanganan karhutla, yang mana Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menjadi unsur utama yang akan mengemban amanah khusus dari Presiden Prabowo Subianto.
Dalam Rapat Koordinasi Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan di gedung pendopo kediaman Gubernur Riau, yang dihadiri oleh Gubernur Riau Abdul Wahid beserta jajaran forkopimda Riau, Kota Pekanbaru, Senin (28/4), Kepala BNPB Letjen TNI Dr. Suharyanto S.Sos., M.M., mengatakan bahwa BNPB memiliki tugas empat tugas penting.
Adapun empat tanggung jawab BNPB yang diberikan Presiden Prabowo Subianto tersebut meliputi; memberikan dukungan pendampingan penanggulangan karhutla, fungsi komando untuk pengerahan sumber daya penanggulangan karhutla, kolaborasi kegiatan peningkatan sosial ekonomi masyarakat hingga memberikan dukungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk penyelesaian tumpang tindih peraturan.
Kemudian untuk KemenPolkam memiliki tanggung jawab atas tertibnya pelaksanaan tugas-tugas keanggotaan ‘Desk Karhutla’ berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh ketua pengarah dan pengendali.
“Tahun ini 2025 pemerintah pusat sangat serius, melalui Kementerian Politik dan Keamanan sudah dibentuk desk penanganan kebakaran hutan dan lahan,” jelas Suharyanto.
Memasuki musim kemarau pada tahun 2025 yang berpotensi menjadi pemicu bencana hidrometeorologi kering, BNPB sebagai leading sektor penanggulangan bencana skala nasional, bersama Kemenko Polkam akan menggunakan langkah-langkah strategis termasuk melibatkan lebih banyak unsur yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, unsur lembaga, dunia usaha, komunitas hingga pakar dan ahli kebencanaan termasuk peran media massa. Di samping itu, pengerahan peralatan penunjang penanganan karhutla dan pengoptimalan teknologi juga menjadi pendukung dalam memerangi karhutla.
Rencananya, pada Selasa (29/4), Pemerintah Indonesia akan menggelar Apel Gelar Pasukan dan Peralatan Kesiapsiagaan Penanganan Kahurtla Nasional dengan menghadirkan 28 unsur K/L termasuk jajaran forkopimda di Kota Pekanbaru, Riau. Agenda tersebut dilakukan guna memastikan bahwa sarana prasarana termasuk sumber daya manusia telah siap menghadapi potensi bencana karhutla mulai awal musim kemarau yang diprediksi akan mulai berlangsung pada akhir bulan April hingga awal bulan Mei tahun ini.
Gambaran Umum Karhutla di “Bumi Lancang Kuning”
Provinsi Riau menjadi salah satu dari sekian provinsi prioritas darurat karhutla. Selain Riau, sejumlah wilayah lain yang diatensi BNPB meliputi Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan.
Sebagai gambaran umum, kejadian bencana di Provinsi Riau sejak satu dekade terakhir (2014-2025) didominasi jenis bencana hidrometorologi seperti banjir sebanyak 375 kali (42,55 %) diikuti karhutla 374 kali (41,75%) dan cuaca ekstrem sebanyak 84 kali kejadian (9,56%). Adapun periode jumlah kejadian karhutla paling banyak adalah pada tahun 2023 di mana dilaporkan ada sebanyak 176 kejadian.
Kendati demikian, bencana karhutla sejak tiga tahun terakhir mengalami penurunan yang cukup signifikan mulai dari 2023 sebanyak 176 kejadian kemudian di tahun 2024 menjadi hanya 10 kejadian dan di 2024 ada 11 kejadian. Dari angka tersebut, wilayah Provinsi Riau yang paling tinggi mengalami kejadian kahutla adalah Kabupaten Kampar 39 kali diikuti Indragiri Hilir 28 kejadian, Indragiri Hulu 26 kali, Kepulauan Meranti 15 kali kejadian dan terakhir Bengkalis sebanyak 13 kejadian.
Menyikapi adanya penurunan kejadian karhutla di Provinsi Riau, Kepala BNPB tetap meminta pemerintah daerah setempat bersama segenap jajaran forkopimda untuk tidak lengah. Sebab, menurut prakiraan cuaca dasarian pertama dan kedua bulan Mei diproyeksikan akan mengalami penurunan curah hujan yang signifikan di wilayah Provinsi Riau. Artinya, kekeringan dapat segera melanda dan potensi karhutla menjadi meningkat.
“Jangan sampai lengah atau terlena. Kalau kita lihat datanya memang ini menurun drastis. Tapi ingat, musim kemarau di depan mata. Saya minta kita tetap selalu waspada,” jelas Suharyanto.
“Tadi sudah kita sepakati bersama bapak Gubernur. Sekali ada api yang masih kecil segera kita padamkan. Agar tidak semakin besar,” imbuhnya.
BNPB sendiri akan mendukung upaya mitigasi berbasis teknologi dengan operasi modifikasi cuaca (OMC) yang akan dimulai pada tanggal 1 Mei 2025, mengingat pada dasarian III April 2025 masih terdapat pertumbuhan awan di wilayah Provinsi Riau. OMC ini nantinya akan fokus pada pembasahan lahan gambut dan pengisian embung sebagai penampungan air dalam mengadapi musim kemarau.
“Per tanggal 1 Mei 2025 akan kita laksanakan operasi modifikasi cuaca,” jelas Suharyanto.
Sebagai penguatan satgas darat karhutla, BNPB juga akan memberikan dukungan bantuan logistik dan peralatan seperti sepeda motor khusus karhutla, beberapa jenis pompa lengkap dengan perangkatnya, genset, alat pelindung diri, tenda, velbed, sembako, makanan siap saji hingga hygiene care.
Seluruh jenis peralatan dan alutsista khusus penanganan karhutla tersebut akan digelar bersama dengan personel dalam giat Apel Gelar Pasukan dan Peralatan Kesiapsiagaan Penanganan Kahurtla Nasional esok hari. (*)